Paduan Suara Mars DBKS

Paduan Suara Mars DBKS Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok sedang menyayikan Mars DBKS dalam acara evaluasi lomba DBKS Tingkat Kabupaten Sleman.

Tamu Undangan Muspika Depok

Tamu undangan dari unsur Muspika kecamatan Depok sedang menghadiri acara evaluasi loma DBKS Desa Maguwoharjo tingkat kabupaten Sleman

Bimbingan Manasik Haji

H. Muhammad Chaeruddin sedang memberikan penjelasan dan materi dalam rangka manasik haji kecamatan Depok kabupaten Sleman

Praktik Manasik Haji

Para jamaah calon haji kecamatan Depok sedang melaksanakan praktik manasik haji untuk menyempurnakan materi yang diterima secara teoretis

Administrasi Manasik Haji

Untuk mewujudkan pelaksanaan bimbingan manasik haji di Tingkat Kecamatan Depok, harus ditunjang dengan administrasi yang efektif dan efiesien

Selasa, 18 Januari 2011

KIAT – KIAT MEMPERERAT CINTA SUAMI ISTRI *)



SEPULUH KIAT MEMPERERAT CINTA SUAMI ISTRI
Oleh: H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud
Rasulullah SAW. berpesan kepada umatnya agar dalam menjalani hidup dan kehidupan dapat terwujud kehidupan yang bahagia atau sa’adah.Untuk itulah maka Rasulullah memberikan nasehat dalam sabdanya :
أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْءِ أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا وَحُلَطَاؤُهُ صَالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِى بَلَدِهِ
”Ada empat perkara (termasuk) di antara (penyebab) KEBAHAGIAAN HIDUP seseorang yakni ; apabila ia memiliki ISTRI SHALIHAH (penulis: jika perempuan memiliki suami yang shaleh), ANAK-ANAKnya BERBAKTI, dan masyarakat LINGKUNGANnya terdiri dari orang-orang yang SHALEH serta RIZKInya berada di negerinya sendiri (tidak jauh dari rumah tempat tinggalnya)
Disamping nasihat tersebut, juga harus didukung oleh adanya kiat-kiat bagaimana mempererat cinta antara suami dan istri.
Ada SEPULUH KIAT bagaimana mempererat CINTA antara SUAMI dan ISTRI :
1. SALING MEMBERI HADIAH.
Hadiah adalah pemberian dengan tujuan untuk memberikan penghormatan kepada orang lain karena prestasi yang dicapainya. Tetapi bisa juga hadiah diberikan kepada seseorang bukan karena prestasi tapi karena ingin memberikan rasa senang dan bahagia. Dalam kehidupan rumah tangga seorang suami suatu saat perlu memberikan hadiah kepada istri, demikian pula sebaliknya. Hadiah bisa diberikan kapan saja tergantung pada situasa dan kondisi, bisa juga pada hari-hari tertentu yang ada hubungannya dengan peristiwa yang terjadi yang mengiringi perjalanan hidupnya
Rosulullah bersabda : “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling cinta mencintai”. (HR. Bukhari Muslim).
2. MENGHUSUSKAN WAKTU UNTUK DUDUK BERSAMA.
Duduk bersama atau bercengkrama dalam satu keluarga termasuk bagian dari kegiatan rekreatif yang bisa menumbuhkan jalinan cinta kasih antara sesama anggota rumah tangga, khususnya antara sepasang suami istri. Dari duduk bersama itu bisa lahir ide-ide baru yang bisa dilaksanakan bersama terutama dalam rangka meningkatkan kwalitas rumah tangga dan keharmonisan hubungan antara suami istri
Rosulullah bersabda : “Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya diantara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada istri-istri kalian”. (HR. Tirmidzi).
3. MENAMPAKKAN WAJAH YANG CERIA.
Menampakkan wajah yang ceria dan berseri-seri kepada setiap orang adalah gambaran keikhlasan hati yang ada di dalam dirinya. Jika dalam pergaulan antara sepasang suami istri dalam segala situasi selalu bisa menampakkan wajah berseri-seri dan keceriaan ketika sedang bertemu dan berbincang-bincang, maka dapat dipastikan bahwa di dalam hati keduanya akan terdapat keikhlasan dan ketulusan dalam menerima pasangannya apa adanya, menerima kelebihan yang dimiliki pasangannya dan bersyukur kepada Allah karenanya, dan menerima kekurangan pasangannya dengan penuh keikhlasan dan kesadaran dan berusaha untuk menutupi kekurangan itu dengan kelebihan yang dimiliki serta selalu sabar dan tawakkal kepada Allah dalam menerima kekurangan pasangannya itu.
Rasulullah bersabda : “ Sedikitpun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, walaupun hanya sekedar menampakkan wajah ceria ketika engkau berjumpa dengan saudaramu” (HR. Muslim).
4. MEMBERIKAN PENGHORMATAN YANG HANGAT PADA ISTRINYA.
Kontak fisik yang positif seperti saling berciuman secara rutin antara suami istri sangat diperlukan karena di dalam akan menimbulkan getaran kemesraan yang bermuara kepada kasih sayang antara keduanya. Sedangkan kasih sayang adalah buah dari pernikahan yang dilandasi dengan niat beribadah kepada Allah dalam bingkai TAQWALLAH.
Firman Allah SWT.:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum:21)
Banyak hadits yang meriwayatkan bagaimana ciuman Rasulullah kepada istri-istri beliau, dalam berbagai hal dan peristiwa, bahkan Rasulullah pernah menyempatkan mencium istrinya ketika akan berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat, sebagaimana yang disampaikan Aisyah RA.: ”Adalah Rasulullah SAW. mencium istrinya (ketika akan berangkat shalat) dan beliau tidak memperbaharui wudhu’nya” (H.R. Bukhari).
5. HENDAKLAH MEMUJI PASANGANNYA.
Jumhur Ulama’ sepakat pujian dibolehkan bahkan dianjurkan dengan syarat : untuk memberikan motivasi, pujian itu diungkapkan dengan jujur dan tulus, dan pujian itu tidak menyebabkan orang yang dipuji menjadi sombong atau lupa diri. Dan pujian itu untuk mengagungkan Allah melalui kekaguman pada kelebihan pasangannya yang merupakan karunia Allah.
Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam. Yang perlu difahami disini adalah bahwa ada beberapa bentuk pujian yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dalam hubungannya dengan sesama hamba Allah.
Bentuk-bentuk pujian itu sebagai berikut:
• Pujian Allah kepada dirinya sendiri
• Pujian Allah kepada hamba-Nya yang taat dan istiqamah dalam menjalankan ketaatan kepada-Nya.
• Pujian seorang hamba kepada Rabb-nya (Allah SWT) dalam rangka mengagungkan dan mensucikan asma-Nya.
• Pujian seorang hamba kepada sesama hamba Allah, sebagai perwujudan kekaguman kepada ke-Maha Sempurna-an Allah akan ciptaan-Nya
Dalam konteks yang terakhir inilah terletak kebolehan seorang suami memuji sang istri dan sebaliknya. Tetapi pujian itu perlu disampaikan dengan penuh kehati-hatian agar tidak menimbulkan ujub, sombong dan takabbur. Hendaknya pujian itu disampaikan masih dalam bingkai ”SEGALA PUJI HANYA MILIK ALLAH”.
6. BERSAMA-SAMA MELAKUKAN TUGAS YANG RINGAN.
Nabi melakukan tugas-tugas dirumah seperti menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandal dan lain-lainya. Dan itu merupakan realisasi dari perintah Allah dalam firman-Nya yang berbunyi:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
”(saling) Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) KEBAJIKAN dan TAQWA, dan janganlah kamu (saling) tolong menolong dalam hal DOSA dan PERMUSUHAN, Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”~ (QS. Al-Maidah:3).
Seorang suami jangan alergi dan merasa rendah diri karena malaksanakan pekerjaan istri seperti mencuci pakaian, asah-asah (mencuci peralatan dapur), dan merawat bayi atau balita yang umumnya dikerjakan oleh seorang istri. Demikian pula seorang istri jangan merasa terbebani karena harus melaksanakan pekerjaan harian yang semestinya dikerjakan oleh seorang suami.
7. UCAPAN YANG BAIK dan SIKAP SANTUN .
Bertutur kata yang baik merupakan perintah Allah yang tertulis dalam Alqur-an, sebagaimana firman Allah yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً .
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”~ (QS. Al-Ahzab: 70-71)
Pada ayat tersebut digambarkan bahwa bertutur kata yang baik tidak saja menimbulkan rasa nyaman bagi lawan bicaranya, tatapi juga memberikan dampak positif bagi para pelakunya, karena dapat memberikan nilai pahala dan juga ampunan dari Allah karena kebaikan sikapnya itu. Karena itu hindari mengucap kalimat yang tidak baik bahkan menyakitkan. Kaitannya dengan itu Rasulullah SAW.-pun bersabda :
إِنَّ خَِيَارَكُمْ خِيَارُكُمْ لِأَهْلِهِمْ وَأَلْطَفُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
~“Orang yang paling baik diantaramu adalah orang yang paling baik sikapnya pada keluarga dan paling lembut dan santun pada istrinya”~ (H.R. Muslim).
Sabda Rasulullah ini berarti pula berlaku bagi para istri pada suaminya.
8. REKREASI BERDUA TANPA MEMBAWA ANAK.
Rutinitas kegiatan yang dilaksanakan dalam kehidupan rumah tangga kadang menimbulkan kejenuhan. Kondisi seseorang yang berada dalam puncak titik jenuh sering menimbulkan persoalan tersendiri, bahkan bisa menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kehidupan rumah tangga dan hubungan suami istri, akan sangat sangat berbahaya bagi kelangsungan keutuhan suatu keluarga. Karena itu kejenuhan itu jangan dibiarkan berlangsung lama. Carilah segera selusinya, misalnya dengan kegiatan yang bersifat rekreatif, bahkan bisa dengan rekreasi berdua tanpa harus melibatkan atau membawa anak. Dalam rekreasi itulah bisa saling muhasabah, menilai perjalanan hidup bersama yang telah dilaluinya selama ini. Mencari sisik melik kekurangan dan kelebihan dalam mengarungi behtera kehidupan, serta mencari cara bagaimana mempertahankan yang sudah baik dan cara memecahkan persoalan yang belum teratasi serta mencari cara bagaimana cara melengkapi kekurangan. Dalam rekreasi itu pula tidak tertutup kemungkinan dapat dikektemukan cara baru untuk meningkatkan kwalitas rumah tangga
Tujuan rekreasi berdua tanpa membawa anak adalah untuk membunuh kejenuhan, mengenang kembali saat perkenalan dan untuk semakin merekatkan rasa kasih sayang diantara keduanya. Bukankah saling menyayangi adalah anjuran Rasulullah sebagaimana dalam sabdanya :
~”Sayangilah yang ada di bumi maka kalian akan disayangi oleh yang ada di langit”~ (Muhammad Rasulullah SAW).
9. MEMPUNYAI RASA EMPATI PADA PASANGANNYA.
Rasa Empati merupakan refleksi dari rasa cinta antara keduanya dan saling mencintai adalah tuntunan dan tuntutan dalam pergaulan hidup suami istri sekaligus sebagai tolak ukur kesempurnaan iman. Sabda Rasulullah SAW. :
~”Tidaklah beriman seseorang diantaramu sehingga ia mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”~ (H.R.Bukhari dan Muslim).
Maksud yang terkandung dari pengertian mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri adalah berusaha untuk bisa memberikan kepada orang lain segala yang dia inginkan untuk dirinya sendiri dan tidak memberikan kepada orang lain segala sesuatu yang ia sendiri tidak pernah mengharapkannya bahkan membencinya. Misalnya, setiap orang pasti menginginkan agar dirinya dihormati, dihargai, dimulyakan dan dicintai dan tidak mau jika ia dilecehkan, dihinakan, diremehkan, dibenci dan tidak dihargai. Cobalah berusaha agar seorang suami atau istri bisa memberikan apa yang diharapkannya itu kepada orang pasangannya terlebih dahulu seperti; menghormati, menghargai, memuliakan dan mencintainya. Dan tidak memberikan apa yang tidak pernah ia harapkan seperti; tidak melecehkan, tidak mebghinakan, tidak meremehkan dan tidak memberncinya serta jangan sampai tidak menghargainya. Maka Insya Allah, hubungan antara suami isrti itu akan harmonis karena ada empati antara keduanya
10. PERLU ADANYA KETERBUKAAN.
Jangan sampai memendam masalah hingga bertumpuk atau jangan sampai kran komunikasi suami istri tersumbat. Memendam masalah akan menimbulkan kebuntuan hati yang akan berakibat munculnya kebencian, ketidak puasan bahkan kemarahan antar suami istri, saling menyalahkan dan sulit untuk saling mengakui kesalahan dan memaafkan. Pada akhirnya ketaqwaan akan sirna dari keduanya.
Allah SWT. berfirman:
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ . الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ . وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”~ (QS. Ali Imran: 133-135)
Semoga tulisan bisa menjadi bahan bacaan yang berarti bagi termujudnya keluarga SAKINAH, MAWADDAH dan RAHMAH. Kepada Yang saya hormati Fariq Gasim semoga ilmu yang menjadi landasan pengembangan tulisan ini, menjadi bagian dari ilmu yang bermanfaat bagi sesame dan menjadikan jalan menuju kemuliaan sejati disisi Allah bagi beliau di dunia dan di akhirat, aamiin.
*) Disarikan dari buku Lautan Cinta, Fariq Gasim, Darul Qolam, 2005. Diberi tambahan dan disajikan oleh H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud, pada penataran Calon Temanten di KUA. Kecamatan Depok Kabupaten Sleman, bulan Nopember 2010.

Rabu, 05 Januari 2011

Menggapai Derajat Muttaqin


Menggapai Derajat Muttaqin
Oleh: H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali Imran: 102)
Meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT dengan selalu mentaati dan menunaikan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya dengan penuh kesadaran, kesabaran dan keikhlasan hati karena Allah semata, merupakan tuntutan Ilahi dan keharusan bagi setiap manusia, karena dengannya setiap hamba Allah memperoleh peluang terbukanya berbagai pintu karunia Allah untuknya
Mengenai pengertian taqwa, oleh para ulama telah dirumuskan dalam beberapa definisi. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Ada pula yang mengatakan bahwa taqwa adalah berlindung dan taat kepada Allah dari hukuman-hukuman-Nya. Sebagian ulama yang lain merumuskan bahwa taqwa adalah menjaga diri dari segala hal yang mengandung hukuman Allah.
Dalam pengertian yang lain, taqwa ialah menghindarkan diri dari segala sesuatu yang menjauhkan diri dari Allah. Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa taqwa juga berarti tata karma syariat. Taqwa pada ketaatan berarti ikhlas, dan pada maksiat berarti tidak melakukannya. Dan masih banyak definisi taqwa yang lain.
Allah SWT mensifati orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana yang tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat kedua sampai keempat, yaitu : Mereka yang beriman kepada yang gaib, percaya pada yang gaib berarti mengiktikadkan adanya sesuatu “yang maujud” yang tidak dapat diungkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan tentang hal itu, seperti adanya Allah, para Malaikat, Hari akhirat dan lain sebagainya ; yang mendirikan salat ( menunaikannya secara teratur dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun adab-adabnya ; yang menafkahkan sebagian rezeki yang Allah anugerahkan kepada mereka ;mereka yang beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya; dan mereka yang meyakini adanya hari akhir.
Kalau diperhatikan beberapa rumusan definisi tentang taqwa dan sifat-sifat orang-orang yang bertaqwa sebagaimana yang telah disebut di atas, tidak ada yang menyebutkan tentang ras, golongan, maupun status. Tidak disebutkan yang termasuk dalam kategori orang yang bertaqwa adalah mereka yang berkulit putih, sawo matang atau kulit hitam, atau mereka yang bertaqwa adalah golongan A, golongan B ataupun golongan yang lainnya, dan tidak pula dikatakan mereka yang termasuk golongan yang bertaqwa adalah yang kesehariannya memakai jubah, surban atau yang berpakaian biasa-biasa saja. Sebab, semua itu tidak termasuk dalam kriteria taqwa, sebagaimana yang menjadi ukuran kemuliaan seseorang di sisi Allah SWT.
Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.. “( QS. Al-Hujuarat : 13 )
Setiap orang yang beriman berkemungkinan untuk dapat mencapai derajat sebagai orang yang bertaqwa(muttaqin), yang berkedudukan sebagai orang yang paling mulia di sisi Allah SWT. Semua orang mempunyai kesempatan untuk menjadi orang yang paling mulia di sisi Allah, baik orang arab maupun non arab, orang jawa, orang cina, yang kaya dan yang miskin, yang tua ataupun yang muda, semuanya mendapat kesempatan yang samauntuk mencapai derajat muttaqin. Sebuah predikat yang paling tinggi dan mulia karena mendapat legitimasi langsung dari Allah SWT baik di dunia kini, maupun di akhirat kelak. Dan dia itu termasuk orang yang mendapat petunjuk dari Allah dan orang yang beruntung.
Derajat yang begitu mulia dan tinggi, tentu tidak akan dapat dicapai begitu saja secara cuma-cuma, tanpa disertai ilmu amal dan istiqamah. Perhatikanlah Qaulul Hukama berikut ini :
“Taqwa adalah terpadunya antara ilmu, amal dan istiqamah. Orang yang tidak tahu (bodoh) tentang perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya tidak akan menjadi orang yang bertaqwa. Orang yang berilmu (tentang perintah-perintah dan arangan-larangan Allah) yang tidak mengamalkan ilmunya itu juga tidak akan dapat menyandang predikat sebagai orang yang bertaqwa. Demikian juga orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya yang tidak istiqamah juga tidak bisa disebut sebagai orang yang bertaqwa, melainkan ia menjadi orang yang merugi dan tidak meningkat kedudukannya.”~ (Hukama)
Dengan demikian jelaslah bahwa untuk dapat menggapai derajat muttaqin maka, seorang muslim harus menguasai ilmu. Sebab, seseorang tidak akan mungkin dapat mencapai sesuatu tingkat kemuliaan tanpa didasari ilmu. Bagaimana seseorang dapat melaksanakan sesuatu kalau dia tidak tahu apa yang harus dikerjakan?. Demikian juga dengan taqwa, bagaimana seseorang akan berpredikat sebagai muttaqin, jika tidak tahu jalan menuju taqwa. Bagaimana mungkin seseorang akan melaksanakan perintah Allah jika ia tidak tahu apa yang diperintahkan oleh Allah dan teknis pelaksanaan yang berkaitan dengannya. Begitu juga sebaliknya, bagaimana seseorang akan menjauhi larangan Allah, jika ia tidak tahu apa saja yang dilarang oleh Allah. Maka pengetahuan tentang perintah dan larangan inilah yang mula-mula harus dikuasai, dan wajib hukumnya bagi setiap muslim mempelajari tentang perintah dan larangan Allah. Bahkan yang berilmu dan tidak mengamalkan ilmunya, ia tidak akan dapat mencapai derajat yang mulia di sisi Allah, melainkan ia bertambah menjauh dari Allah SWT.
Dalam suatu riwayat Rasululllah SAW menjelaskan bahwa orang yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah hidayahnya, maka orang tersebut tidak akan mendapatkan tambahan apapun dari Allah kecuali semakin jauh dari-NYA.
Adapun beberapa keutamaan bagi orang yang bertaqwa disebutkan di banyak tempat di dalam Alqur-an. Diantaranya adalah yang diuraikan sendiri oleh Allah SWT. dalam surat Ath-Thalaq sebagaimana uraian berikut ini:
Balasan bagi orang yang bertaqwa kepada Allah, maka kesalahan-kesalahannya akan terampuni dan Allah akan memberinya pahala yang besar.
Allah SWT berfirman :
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْراً
Artinya : "Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.”(QS. Ath-Thalaq : 5)
Di samping itu, orang yang bertaqwa itu juga akan mendapat kemudahan dan jalan keluar yang baik dan dianugerahi Allah rezeki dari arah tak terduga-duga. Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini :
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Artinya :“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.“(QS. AthThalaq : 2-3)
Dan di akhir ayat selanjutnya disebutkan :
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
Artinya : “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”(QS. Ath-Thalaq : 4)
Dan di akhirat kelak, orang yang bertaqwa itu mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah, di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kebahagiaan. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini :
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِّن مَّاء غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ
Artinya : “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka. “(QS. Muhammad : 15)
Dari uraian ini, mudah-mudahan pembaca dapat mengambil hikmahnya, dan mengamalkan kebaikannya, sehingga benar-benar termasuk golongan orang yang bertaqwa kepada Allah SWT yang mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, aamiin.