Paduan Suara Mars DBKS

Paduan Suara Mars DBKS Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok sedang menyayikan Mars DBKS dalam acara evaluasi lomba DBKS Tingkat Kabupaten Sleman.

Tamu Undangan Muspika Depok

Tamu undangan dari unsur Muspika kecamatan Depok sedang menghadiri acara evaluasi loma DBKS Desa Maguwoharjo tingkat kabupaten Sleman

Bimbingan Manasik Haji

H. Muhammad Chaeruddin sedang memberikan penjelasan dan materi dalam rangka manasik haji kecamatan Depok kabupaten Sleman

Praktik Manasik Haji

Para jamaah calon haji kecamatan Depok sedang melaksanakan praktik manasik haji untuk menyempurnakan materi yang diterima secara teoretis

Administrasi Manasik Haji

Untuk mewujudkan pelaksanaan bimbingan manasik haji di Tingkat Kecamatan Depok, harus ditunjang dengan administrasi yang efektif dan efiesien

Minggu, 11 Desember 2011

ISTIGHFAR DAN TAUBAT ADALAH KUNCI PEMBUKA RIZKI DAN KEBERKAHAN DARI ALLAH SWT.


ISTIGHFAR DAN TAUBAT ADALAH KUNCI PEMBUKA RIZKI DAN KEBERKAHAN DARI ALLAH SWT.
Oleh: H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

A. PENDAHULUAN
Menggapai kesejahteraan hidup dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia merupakan satu keharusan disamping merupakan idaman setiap orang yang sehat akal fikirnya juga merupakan anjuran langsung dari Allah SWT. sebagaimana telah difirmankan oleh-Nya yang berbunyi :

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash:77)
Untuk menggapai kesejahteraan hidup maka setiap harus mampu memanfaatkan waktu untuk menyibukkan diri mencari rizki, karena mencari rizki juga merupakan keharusan yang diperbolehkan dalam Islam selama pemnuhan hajad dan pamanfaatannya adalah dalam rangka memenuhi kewajiban kepada Allah SWT.
Dalam pandangan masyarakat sekuler (baik dari kalangan umat Islam maupun non Islam) ada pandangan bahwa jika seseorang berpegang teguh kepada ajaran Islam akan mengurangi kesempatan memenuhi kebutuhan rizki karena mereka akan selalu disibukkan oleh keharusnya melaksanakan ajaran agama secara ketat, sementara ada juga yang berpandangan bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya mereka mau menutup mata dari ketentuan syari’at Islam terutama berkenaan dengan ketentuan hukum HALAL dan HARAM.
Allah mensyari’atkan agama-Nya bukan saja sebagai petunjuk bagi umat manusia agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup di akhirat, tetapi jua untuk membimbing manusia dengan PETUNJUK-NYA agar mereka bisa mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia secara wajar, sehat dan berkwalitas sebagai jembatan untuk menggapai kedua-duanya. Sesungguhnyalah hidup di dunia ini ibarat memanfaatkan lading akhirat secara tepat guna dan berhasil guna. Bahkan Rasulullah SAW. sendiri selalu memohon kepada Allah SWT. agar di karuniai kebaikan (kebahagiaan hdiup) di dunia dan juga kebaikan (kebahagiaan hdiup) di akhirat :
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik RA, menyatakan :
كَانَ اَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ : رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah:201)
Allah dan Rasul-Nya tidak akan meninggalkan umat manusia (Islam) tanpa petunjuk dalam kegelapan dan keraguan dalam usaha mencari rizki. Tetapi sebaliknya Allah dan Rasul-Nya telah menunjukkan bagaimana cara mendapatkan rizki dengan wajar, sehat dan berkualitas (barakah), dan semuanya telah diatur dan dijelaskan dalam PEDOMAN HIDUP YANG ABADI yakni AL-QUR’AN dan AS-SUNNAH. Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan memudahkan jalan untuk mendapatkan rizki yang menjadi kebutuhan pokok dalam memenuhi hajad hidupnya dari segala arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan dari bumi, dan Rasul-Nya pun telah menjelaskan tentang berbagai sebab di atas dan meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha mencari rizki.
Firman Allah SWT:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS.Al-A’raf:96)

B. ISTIGHFAR DAN TAUBAT SEBAGAI KUNCI PEMBUKA PINTU RIZKI
Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah ISTIGHFAR (memohon ampun) dan TAUBAT kepada Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Nuh yang berkata kepada kaumnya :
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً * يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً *
“maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, --sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun--, * niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, * dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai".(QS. Nuh:10-12)
Yang dimaksud istighfar dan taubat dalam hal ini bukan hanya sekedar apa yang diucapkan lisan saja, yang tidak membekas d dalam hati sama sekali, bahkan tidak berpengaruh pada perbuatan badan. Tetapi yang dimaksud dengan istighfar adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah “meminta ampun dengan disertai ucapan dan perbuatan, bukan sekedar lisan semata”. Jadi istighfar adalah aplikasi dari apa yang ada di dalam hati yang diikrarkan dengan lisan, sehingga ada keterpaduan antara APA YANG BERSEMAYAM DI HATI, DIUCAPKAN LISAN, dan DIUJUDKAN DENGAN PERBUATAN NYATA.
Sedangkan makna taubat sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meninggalkan dosa karena keburukannya,enyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti). Jika keempat hal tersebut telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.
Imam An-Nawawi menjelaskan di dalam Kitab Riyadhus Shalihin bahwa : “Para Ulama berkata: ~ “Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak sesama manusia, maka syaratnya ada tiga :
أَحَدُهَا أَنْ يَقْلَعَ عَنِ الْمَعْصِيَةِ, وَالثَّانِي أَنْ يَنْدَمَ عَلَى فِعْلِهَا, وَالثَّالِثُ أَنْ يَعْزَمَ أَنْ لاَ يَعُوْدَ إِلَيْهَا أَبَدًا
1. Hendaknya ia harus menjauhi maksiat tersebut.
2. Ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya.
3. Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.
Jika salah salah satu syarat hilang, maka taubatnya tidak sah (tidak bisa dikatakan taubat dalam arti yang sesungguhnya)
Apabila taubatnya itu berkaitan dengan hak sesama manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat di atas di tambah satu, yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya, dan jika berupa ghibab (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.
Makna taubat secara lafzhiyah adalah kembali. Sedangkan makna secara syar’i ada dua pengertian yakni:
1. Kembali ke jalan Allah setelah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam menjalani hidup dan kehidupan, atau kembali kepada fithrahnya sebagai makhluk beragama yang memiliki nilai-nilai ketaatan kepada Allah, yang ber-susila, bermartabat tinggi serta memiliki nilai-nilai sosial (lihat Memahami Hakikat Makna Fithrah pada tulisan terdahulu).
2. Kembali kepada kesucian setelah dirinya banyak bergelimang dengan dosa karena banyak melakukan kesalahan, kemaksiatan, kemunkaran dan kebathilan atau kembali ke fithrah sebagai makhluk yang suci.

C. KEUTAMAAN ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh: 10-12) berkata: ”Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya, niscaya ia akan memperbanyak rizki kalian, Dia akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak keturunan untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun untuk kalian”
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shahih, bahwasanya ia berkata: ”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Yang lain mengadu kepada beliau tentang kemiskinan, beliau-pun berkata kepada orang itu, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Yang lain lagi berkata kepada beliau, ”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar DIA memberiku anak!”, maka beliau mengatakan kepada orang tersebut, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Dan yang lainnya lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya, maka beliau mengatakan (pula), ” Beristighfarlah kepada Allah!”.
Di ayat yang lain Allah mengisahkan tentang seruan Nabi Hud AS kepada kaumnya agar beristighfar, sebagaimana bunyi ayat berikut ini :
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud:52)
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menyatakan: “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi (saat itu juga). Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya”.
Dan pada surat Hud ayat yang lainnya lagi Allah juga menerangkan :
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud:3)
Imam AL-Qurthubi mengatakan: “Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Allah tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang telah dilakukannya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa-I, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda:
مَنْ أَكْثَرَ اْلإِسْتِغْفَارَ (وَفِى رِوَايَةٍ أَخَرَ مَنْ لَزِمَ اْلإِسْتِغْفَارَ) جَعَلَ الله ُمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ.
“Barang siapa memperbanyak istighfar (dalam riwayat yang lain: Barang siapa membiasakan istighfar), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.”.
Dalam hadits ini Nabi menggambarkan tentang tiga hasil yang dapat diambil pelajaran, bahwa orang yang banyak beristighfar maka Allah akan memberikan rizki dari berbagai macam cara dan dari arah yang tiada disangka-sangka. Disamping itu juga Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap kesedihannya dan memberikan kelapangan dari setiap kesempitannya yang dialaminya
Karena itulah, kepada setiap orang yang mengharapkan rizki dari Allah hendaklah orang itu memperbanyak (membiasakan) istighfar, baik dengan ucapan maupun secara batiniyah yang diaplikasikan dengan sikap, perilaku dan perbuatan nyata.

D. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari uraian di atas dapat diambil satu kesimpulan bahwa:
1. Allah telah mensyari’atkan kepada umat manusia (kaum Muslimin) agar senantiasa beristighfar dan bartaubat dengan lisan yang disertai perbuatan. Karena istighfar dan taubat dengan lisan semata tanpa disertai dengan perbuatan adalah sikap para pendusta.
2. Membiasakan istighfar dan taubat akan menghapuskan semua kesalahan dan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya serta akan akan memberikan ketenangan dan kejernihan berfikir sehingga ia akan mampu keluar dari semua kesulitan dan kesedihan yang menghimpit dirinya.
3. Beristighfar dan bertaubat akan memberikan peluang besar bagi terbukanya pintu rizki dari Allah SWT. serta Dia akan mencurahkan keberkahan dari langit dan membukakan keberkahan pula dari bumi.
Sebagai penutup dari tulisan ini marilah kita simak ayat berikut ini :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. At-Tahrim:8)
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peningkatan kwalitas diri menuju peningkatan ketaqwaan pasca ramadhan sebagai upaya menjaga keistiqamahan sebagai hamba Allah
Terima kasih telah berkenan mambaca tulisan ini, semoga Allah SWT. memberkahi kita semua. Aamiin.......

Rabu, 07 Desember 2011

TATA CARA MELAKSANAKAN SHALAT GERHANA


TATA CARA MELAKSANAKAN SHALAT GERHANA
Oleh : H Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud.

Sebagaimana telah diuraikan pada tulisan yang berjudul “GERHANA BULAN SEBAGAI BUKTI KEKUASAAN ALLAH DAN BAGAIMANA MENYIKAPINYA” bahwa gerhana bulan total ini hanyalah fenomina alam yang merupakan sebagian dari bukti keagungan Allah yang harus disikapi dengan iman yang mantab untuk menumbuhkan semangat beribadah yang semakin meningkat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah SWT. yang berbunyi:
وَمِنْ أَيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لاَ تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا للهِ الَّذِى خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam dan siang, matahari dan bulan. Jangan kalian bersujud kepada matahari, jangan pula kepada bulan. Bersujudlah kepada Allah yang menciptakan keduanya jika kalian memang menyembah (hanya) kepada-Nya”~ (QS. Fushshilat:37)
Maka seyogyanyalah kaum muslimin dan muslimat melaksanakan shalat khusuful-qamar sesuai dengan anjuran dan contoh yang telah di berikan oleh Rasulullah SAW. yang dilaksanakan sejak awal terjadi gerhana bulan total. Untuk mengetahui kapan awal terjadinya gerhana bulan total, puncak gerhana total dan akhir dari gerhana total, maka berikut ini kami sampaikan rincian waktu gerhana sebagai berikut:
  • Awal gerhana penumbra : 18:33:32 WIB
  • Awal gerhana persial : 19:45:42 WIB
  • Awal gerhana total : 21:06:16 WIB
  • Puncak Gerhana (terbesar) : 21:31:49 WIB
  • Akhir gerhana total : 21:57:24 WIB
  • Awal gerhana persial : 23:17:58 WIB
  • Awal gerhana penumbra : 00:30:00 WIB
Menurut Jumhur ‘Ulama, shalat Khusuful-Qamar (gerhana bulan) hukumnya sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Dihimbau setiap masjid/Mushalla ataupun Langgar agar menyelenggarakan shalat sunnah ini pada saat terjadinya gerhana bulan maupun gerhana matahari, dengan mencari waktu yang paling utama yakni saat memasuki puncak gerhana bulan total, yakni antara jam 21.00 sampai jam 21.30 WIB.
Adapun tata cara melaksanakannya sebagai berikut:
  1. Shalat gerhana dilaksanakan dengan cara berjama’ah, tanpa adzan maupun iqamah. Untuk memulainya imam atau mu’addzin cukup mengucapkan “ASHSHALAATU JAAMI’AH”.
  2. Dilaksanakan dengan dua raka’at. Setiap raka’at terdiri atas berdiri dua kali, membaca surah al-Fatihah dua kali, membaca surah setelah al-Fatihah dua kali, ruku’ dua kali dan sujud dua kali, serta satu kali tasyahhud.Diutamakan setelah membaca surah al-Fatihah, membaca surah yang agak panjang.
  3. Setelah membaca al-Fatihah dan membaca surah yang pertama, dilanjutkan ruku’ yang pertama, lalu bangun dari ruku’ (i’tidal yang pertama) sambil membaca “Allaahu akbar” dan berdiri seperti keadaan semula dilanjutkan membaca surah al-Fatihah dan surah yang kedua. Setelah itu ruku’ yang kedua di raka’at pertama, kemudian bangun dari ruku’ (i’tidal yang kedua) sambil mengucap “SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH” dan seterusnya, kemudian dilanjutkan sampai sehalat selesai. Menurut Ulama’ Syafi’iyyah, ruku’ dan sujud dalam shalat gerhana tidak perlu terlalu lama.
  4. Imam membaca surah al-Fatihah dan surah lainnya dalam shalat dengan bacaan nyaring (jahr), begitu pula ketika melaksanakan shalat Kusyufusy-Syams (gerhana matahari).
  5. Shalat gerhana tidak dilaksanakan di waktu-waktu larangan shalat (seperti setelah shalat shubuh dan setelah shalat ‘ashar), meskipun Ulama syafi’iyah memperbolehkan. Demikian pula, shalat gerhana ini tidak dilaksanakan setelah gerhana selesai. Jika shalat sedang berlangsung sementara gerhana mulai berlalu, maka shalat gerhananya sah, dan hendaknya diringankan pelaksanaannya.
  6. Berdasarkan riwayat yang bersumber dari ‘Aisyah R.A., setelah shalat gerhana selesai dilaksanakan, imam menyampaikan khutbah sebagai kesempurnaan shalat yang berisi nasihat. Adapun rukun khutbat shalat gerhana sama dengan rukun khutbah jumu’ah dan khutbah shalat ‘idain. Isi pokok khutbah shalat gerhana adalah mengingatkan jama’ah agar bertaqwa kepada Allah, mengingatkan bahwa matahari dan bulan itu dua di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, menganjurkan bertaubat dari segala dosa, mengerjakan kebajikan berupa memperbanyak shadaqah, doa dan istighfar, serta mengingatkan manusia agar tidak lalai dan tertipu oleh kemerlapnya dunia.
  7. Diutamakan shalat gerhana dilaksanakan di masjid yang biasa dipergunakan untuk menyelenggarakan shalat jumu’ah.
Wallaahu a’lam bishshawab.

GERHANA BULAN SEBAGAI BUKTI KEKUASAAN ALLAH DAN BAGAIMANA MENYIKAPINYA.


GERHANA BULAN SEBAGAI BUKTI KEKUASAAN ALLAH
DAN BAGAIMANA MENYIKAPINYA.
Oleh : H Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

Allah SWT. adalah Pencipta tunggal dari alam semesta dan tidak membutuhkan bantuan siapapun dalam penciptaan-Nya. Banyak tanda kekuasaan Allah yang diperlihatkan secara nyata kepada umat manusia, mulai dari hamparan alam semesta beserta peristiwa yang mewarnainya, langit dengan hiasannya dan bumi dengan hamparannya, hingga apa yang terjadi pada diri masing-masing manusia. Semuanya dalam rangka pembelajaran bagi manusia agar terbuka cakrawala berfikir dan spiritualitasnya sehingga dengannya manusia dapat memperoleh manfaat ganda bagi kesempurnaan hidupnya di dunia hingga akhirat nanti.
Firman Allah SWT.
وَمِنْ أَيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لاَ تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا للهِ الَّذِى خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam dan siang, matahari dan bulan. Jangan kalian bersujud kepada matahari, jangan pula kepada bulan. Bersujudlah kepada Allah yang menciptakan keduanya jika kalian memang menyembah (hanya) kepada-Nya”~ (QS. Fushshilat:37)
Dia juga telah menciptakan manusia dari ketiadaan, melimpahinya dengan berbagai karunia lahiriyah maupun batiniyah, juga membimbing manusia dengan cahaya hidayah-Nya agar mereka tetap selamat dan bermartabat.
Gerhana bulan yang akan terjadi pada hari sabtu tanggal 10 Desember 2011 yang bertepatan dengan tanggal 16 Muharram 1433 H, termasuk salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. Allah ‘Azza Wa Jalla akan menunjukkan kembali salah satu bukti keagungan-Nya, yang telah menciptakan jagad raya seisinya, memelihara keseimbangannya, menempatkan setiap bagiannya dalam orbit masing-masing, sehingga tidak terjadi benturan antara satu dengan lainnya yang akan menimbulkan gincangan, bahkan kehancuran alam semesta.
Peristiwa alam yang akan berlangsung adalah Gerhana Bulan Total, yang dimulai pukul 19.45 saat lempengan bulan purnama menyentuh kawasan gelap penumbra; gerhana sempurna akan terjadi pukul 21.31 dan akan berakhir pukul 23.17. Untuk jelasnya dapat dilihat proses terjadinya gerhana dari waktu ke waktu sebagai berikut :
  • Awal gerhana penumbra : 18:33:32 WIB
  • Awal gerhana persial : 19:45:42 WIB
  • Awal gerhana total : 21:06:16 WIB
  • Puncak Gerhana (terbesar) : 21:31:49 WIB
  • Akhir gerhana total : 21:57:24 WIB
  • Awal gerhana persial : 23:17:58 WIB
  • Awal gerhana penumbra : 00:30:00 WIB
Gerhana terjadi multak karena kuasa Allah, bukan karena alam sedang memberi isyarat kepada makhluk penduduk bumi baik tentang kehidupan maupun kematian seseorang, ataupun sebagai pertanda terjadinya petaka dan akan datangnya rasa bahagia kepada sekelompok manusia,
Rasulullah SAW. bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ أَيَتَانِ مِنْ أَيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَشِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلِحَيَاتِهِ , فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُمَا فَصَلُّوْا وَادْعُوْا حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
“Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Tidak gerhana keduanya karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, laksanakan shalat dan berdoalah hingga hilang kegelapan (karena gerhana) yang menyelimuti kalian”~ (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasa-i, Ahmad dan Ad-Darami)
Dalam pandangan kaum cerdik pandai atau kaum cendekiawan, ketika terjadi gerhana bulan total (demikian juga saat terjadi gerhana matahari total), maka bulan bumi dan matahari berada dalam satu garis dan secara teoritis keilmiahan dapat menimbulkan potensi pelepasan energi tektonik dan vulkanik berada di titik maksimum. Karena saat itu akan terjadi gaya tarik yang dialami oleh bumi melebihi gaya tarik di waktu pasang biasa pada tiap awal dan pertengahan bulan. Dan menurut analisa mereka aka nada potensi gempa dan tsunami.
Namun berbeda jika manusia menganalisanya dari sudut keimanan. Sebagai kaum beriman, tidak seharusnya manusia itu cemas pada saat terjadi gerhana bulan total maupun gerhana matahari total, karena bukan alam yang mengatur geraknya sendiri, melainkan Allah Yang Maha Kuasa, Yang tiada tuhan selain Dia, Yang berdikari mengatur alam semesta raya ini.
Firman Allah SWT.
لَوْ كَانَ فِيْهِمَا أَلِهَةٌ إِلاَّ الله ُلَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ
“Sekiranya ada tuhan selain Allah yang (turut) mengatur langit dan bumi, pastilah rusak binasa keduanya. Maha Suci Allah Sang Penguasa Tahta Semesta alam dari sifat-sifat yang mereka ciptakan”~ (QS. Anbiya’:22)
Dari ayat ini dapat diketahui bahwa ala mini telah diatur sedemikian rupa dengan pengaturan Allah yang tetap, tidak berubah dari masa ke masa serta tidak bergesar melampuan ketentuan-Nya yang masing-masing telah menempati obitnya sesuai dengan sunnatullah.
Firman Allah SWT.
فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَبْدِيْلاً وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَحْوِيْلاً
“Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi ketentuan Allah, dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu”~ (QS. Fathir:43)
Dan seluruh makhluk di langit yang tujuh, juga di lapis-lapis langit yang juga tujuh, (semuanya) tunduk dan patuh kepada pengaturan itu. Bahkan tubuh-tubuh kitapun tunduk pada pengaturan Allah. Jika Dia (Allah) menghendaki memanggil jiwa jiwa manusia keluar dari jasad yang menjadi tempat tinggalnya, maka tidak ada satu kekuatanpun yang mampu mencegah-Nya. Siapa yang mempunyai kekuasaan menunda ajal seseorang jika Sang Pencipta Kehidupan sudah menetapkan saat tibanya.
Firman Allah SWT.
أَفَغَيْرَ دِيْنِ اللهِ يَبْغُوْنَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يَرْجَعُوْنَ
“Apakah mereka (orang kafir) itu tidak mau tunduk kepada Allah? Sementara siapa saja yang ada di langit dan di bumi telah tunduk (kepada Allah) suka ataupun terpaksa, bahkan (mereka) hendak mencari agama selain agama Allah. Dan kepada Allah-lah mereka akan kembali”~ (QS. Ali Imran:83)
Jika gerhana telah tiba, lalu semua orang menengadahkan wajahnya ke atas ke bentangan langit yang luas, yang di tengah-tengahnya sedang terjadi peristiwa yang menakjubkan. Tiga benda utama yakni bumi yang dihuni oleh manusia, matahari yang merupakan bola api yang tidak pernah padam mamancarkan cahayanya, dan bulan yang dengan daya tarik gravitasinya dapat menetukan pasang surutnya lautan, sedang memenuhi kewajiban kepada Sang Khalik yang telah mengaturnya. Dan pada saatnya nanti mereka semua akan tunduk dan patuh ketika Sang Pencipta telah menetapkan kehancurannya saat digulung bersama dengan jagat raya lainnya, sebagaimana firman Allah SWT. yang berbunyi:
يَوْمَ نَطْوِى السَّمَآءِ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيْدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِيْنَ
“pada hari Kami gulung langit seperti gulungan lembaran kertas. Sebagaimana (ketika) Kami mulai menciptakan(nya), Kami akan mengulangi (penciptaan)nya. Sungguh, Kami akan melakukannya”~ (QS Anbiya’:104)
Jika semua manusia memiliki kesadaran tentang semuanya itu, maka tentunya akan memberikan pengaruh bagi peneguhan aqidah kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta ini. Menyembah hanya kepada-Nya, dan melepaskan semua bentuk ketundukan dan kepatuhan kepada selain Dia. Betapapun mempesona dan bermanfaat makhluk ciptaan Allah bagi kehidupan manusia, tetap saja yang wajib disembah hanyalah Allah SWT. semata.
Selanjutnya untuk menyikapi terjadinya gerhana tersebut maka yang harus dilakukan adalah:
  1. Melaksanakan shalat khusuful-qamar (gerhana bulan). Tata caranya disajikan di halaman lain dari tulisan ini.
  2. Memperbanyak istighfar dan bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan kesalahan.
  3. Memperbaharui semangat untuk mengerjakan kebajikan, menertibkan ibadah wajib dan menggemarkan ibadah sunnah, memenuhi kewajiban zakat dan memperbanyak infaq serta shadaqah, dan istiqamah dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya.
  4. Lebih giat dan bersungguh-sungguh dalam berdoa setiap saat, dan tidak menyimpan doa-doa hanya untuk ditumpahkan saat terjadi bencana atau musibah.
  5. Meningkatkan cintanya kepada Allah dan tidak terpedaya oleh godaan syetan melalui tipuan gemerlapnya kemegahan dan kemewahan dunia.
Wallaahu a’lam bishshawaab.

Kamis, 15 September 2011

30 KIAT MENDIDIK ANAK


30 KIAT MENDIDIK ANAK
Disajikan oleh : H Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud.
Penyuluh Agama Islam Kec. Depok.

Apabila telah tampak tanda-tanda tamyiz pada seorang anak, maka selayaknya dia mendapatkan perhatian serius dan pengawasan yang cukup. Sesungguhnya hatinya bagaikan bening mutiara yang siap menerima segala sesuatu yang mewarnainya. Jika dibiasakan dengan hal-hal yang baik, maka ia akan berkembang dengan kebaikan, sehingga orang tua dan pendidiknya ikut serta memperoleh pahala. Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan hal-hal buruk, maka ia akan tumbuh dengan keburukan itu. Maka orang tua dan pendidiknya juga ikut memikul dosa karenanya. Oleh karena itu, tidak selayaknya orang tua dan pendidik melalaikan tanggung jawab yang besar ini dengan melalaikan pendidikan yang baik dan penanaman adab yang baik terhadapnya sebagai bagian dari haknyaDi antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangan kanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannya dan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya (yang lebih tua, red). Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yang sedang makan.
2. Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalam makan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agar berhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.
3. Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewah dalam makan (harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain) supaya tidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajari agar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yang demikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanya mementingkan perut saja.
4. Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehingga tidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akan sulit bagi dia melepaskannya.
5. Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarna putih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwa sutera itu hanya untuk kaum wanita.
6. Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, maka hendaknya mengingkarinya. Demikian juga jika dia isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki). Jangan sampai mereka terbiasa dengan hal-hal ini.
7. Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengan anak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika hal ini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlak demikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadi setelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta, mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagai akibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini, dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedini mungkin kepada mereka.
8. Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca al Qur'an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur'an dengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi dan juga pelajaran fikih dan lain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yang baik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanya agar senantiasa mencintai dan meneladani mereka. Dia juga harus diberitahu tentang buku dan faham Asy'ariyah, Mu'tazilah, Rafidhah dan juga kelompok-kelompok bid'ah lainnya agar tidak terjerumus ke dalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak berkembang di daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
9. Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombal dan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusak hati dan jiwa.
10. Biasakan ia untuk menulis indah (khath) dan mengahafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semua menunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.
11. Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlak mulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yang dapat membahagiakannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan, hendaknya jangan disebarkan di hadapan orang lain sambil dinasihati bahwa apa yang dilakukannya tidak baik.
12. Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, maka hendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkat kesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, maka orang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalu sering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannya kebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.
13. Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalam berkomunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicara kasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknya menciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah dan memperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapat ancaman dan kemarahan dari ayah.
14. Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karena menyebabkan rasa malas (kecuali benar-benar perlu). Sebaliknya, di malam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur (jangan paksakan dengan aktivitas tertentu, red) sebab dapat menimbulkan kebosanan dan melemahnya kondisi badan.
15. Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewah dan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyut dalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kaku karena terlalu lama tidur dan kurang gerak.
16. Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karena adanya keyakinan bahwa itu tidak baik.
17. Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerak badan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memiliki ketrampilan memanah (atau menembak, red), menunggang kuda, berenang, maka tidak mengapa menyibukkan diri dengan kegiatan itu.
18. Jangan biarkan anak terbiasa melotot, tergesa-gesa dan bertolak (berkacak) pinggang seperti perbuatan orang yang membanggakan diri.
19. Melarangnya dari membanggakan apa yang dimiliki orang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan. Biasakan ia bersikap tawadhu', lemah lembut dan menghormati temannya.
20. Tumbuhkan pada anak (terutama laki-laki) agar tidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya. Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secara berlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.
21. Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya, baik dari keluarga terpandang (kaya), sebab itu merupakan cela, kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab itu adalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberi karena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.
22. Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengah majlis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain, membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.
23. Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lutut atau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri atau duduk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lutut tegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam.
24. Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yang bermanfaat atau dzikir kepada Allah.
25. Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baik sumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.
26. Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dan sia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah dari bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.
27. Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dan sabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebab pujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.
28. Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yang positif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesai belajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.
29. Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun maka harus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkan meninggalkan bersuci (wudhu) sebelumnya. Cegahlah ia dari berdusta dan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanya perintah-perintah.
30. Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepada orang tua, guru, pengajar (ustadz) dan secara umum kepada yang usianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat. Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka (mengganggu mereka).
Demikian adab-adab yang berkaitan dengan pendidikan anak di masa tamyiz hingga masa-masa menjelang baligh. Uraian di atas adalah ditujukan bagi pendidikan anak laki-laki. Walau demikian, banyak di antara beberapa hal di atas, yang juga dapat diterapkan bagi pendidikan anak perempuan. Wallahu a'lam.
Dari mathwiyat Darul Qasim "tsalasun wasilah li ta'dib al abna''" asy Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin rahimahullah . [Ubaidillah Masyhadi]

Rabu, 14 September 2011

FUNGSI MASJID DAN ADAB DI DALAMNYA


FUNGSI MASJID DAN ADAB DI DALAMNYA
Oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud
Penyuluh Agama Kecamatan Depok

Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau tidak membangun rumah mewah sebagai tempat peristirahatan, juga tidak membangun gedung pemerintahan. Akan tetapi, didahulukan dibangun adalah masjid sebagai tempat kaum muslimin rukuk dan sujud memasrahkan dirinya kepada Allah swt., tempat beliau menyusun strategi, menyatukan umat, memupuk keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. menyebarkan ilmu pengetahuan dan sekaligus tempat pembinaan umat.
Apa yang dilakukan Rasulullah saw. merupakan isyarat bagi pengikutnya bahwa masjid bukan hanya berupa sebuah bangunan, melainkan juga merupakan tempat memancarnya sinar ilahi yang ditransfer kapada daya kekuatan nalar dan perilaku manusia sehingga mempunyai semangat hidup dan jiwa perjuangan. Masjid dan kaum muslimin laksana ikan dengan air, ikan tidak bisa hidup bila keluar dari air. Masalahnya sekarang, bagaimana sikap seorang muslim terhadap masjid? penuh perhatian dan menjadi pemakmurnya? ataukah menjauhi masjid bahkan menghancurkan fungsinya?
Banyak persoalan yang dihadapi umat Islam, baik masalah keterbelakangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, masih rawannya ukhuwah islamiyah, maupun menggejalanya (bahkan nyata-nyata) tidak punya rasa takut berbuat dosa. Pembunuhan sadis, perzinahan, perkosaan, pencurian dan perampokan yang dilakukan oleh orang dari berbagai jenis dan tingkatan usia. Korupsi dan manipulasi hampir ada di setiap lapisan birokrasi.
Untuk menghadapi berbagai persoalan itu, sebagai alternatif masjidlah tempatnya. Masjid harus dijadikan bengkel rohani bagi masyarakat banyak, pejabat, pelaku bisnis maupun ibu rumah tangga, terutama bagi generasi muda, pelajar dan mahasiswa. Setiap orang tua jangan dulu merasa cukup dan puas hanya mengandalkan sekolah dan kampus saja, akan tetapi harus ada pembinaan intensif rumah, sekolah, lingkungan masyarakat dan juga masjid. Masjid dalam arti luas tidak hanya dipergunakan untuk shalat, melainkan lebih daripada itu, bisa difungsikan sebagai pusat kegiatan positif dalam rangka membangun manusia seutuhnya, sebab pada zaman Nabi saw. pun masjid berfungsi ganda yaitu sebagai tempat membicarakan urusan agama (akhirat) dan juga urusan kesejahteraan umat (dunia).
Secara garis besar fungsi masjid dapat difahami sebagai berikut :
1.Tempat Membina Ketakwaan kepada Allah swt.
Sudah difahami bersama bahwa fungsi utama masjid adalah tempat ibadah, tempat bersujud berserah diri secara total kepada Allah swt. karena itu masjid harus dibangun atas taqwa sebagaimana firman Allah swt.
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُوْمَ فِيْهِ, فِيْهِ رِجَالٌ يُّحِبُّوْنَ أَنْ يَّتَطَهَّرُوْا وَاللهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِيْنَ
“……. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu mendirikan shalat di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri, dan Allah menukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah; 108)
2.Tempat Membina Ukhuwah Islamiyah
Usaha kedua setelah Rasulullah saw. membangun masjid adalah mempersatukan dan mengakrabkan dua kelompok muhajirin dan anshar. Kedua kelompok ini merupakan dua kekuatan raksasa yang sanggup menumbangkan kebatilan, kamaksiatan dan kekufuran. Karena itu, tidak sepantasnya jika sesama muslim tidak cinta damai, saling bermusuhan dengan saudara seiman dan seagama. Dalam rangka takwa itulah, masjid digunakan sebagai alat untuk mempererat hubungan kekeluargaan di antara sesama muslim, dapat mewujudkan ukhuwah islamiyah dan ummatan waahidatan yang kaljasadil waahid
Jika diamati, saat ini sebagian besar kaum muslimin masih berdiri dan berada di sisi masing-masing. Banyak orang yang merasa dirinya paling benar, paling sah dan orang lain pasti salah, dan pada akhirnya orang yang saling berbeda faham tidak bisa duduk berdampingan sebagai orang yang bersaudara. Alangkah naif dan nyata-nyata keliru jika diantara sesama muslim mempunyai pendirian semacam itu, dan itu bertentangan dengan pernyataan Allah swt. sebagaimana firman-Nya
ِإنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, leh karena itu damaikanlah di antara kedua saudaramu, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (Allah).” (QS. Al-Hujurat; 10)
3.Tempat untuk Meningkatkan Rasa Kebersamaan dan Persamaan Kedudukan
Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kebersamaan dan persamaan kedudukan. Di masjid inilah ajaran kebersamaan dan persamaan kedudukan dipraktekkan dan di dalamnya sudah tidak lagi dipersoalkan atribut kebanggaan, pangkat dan jabatan. Tidak memandang apakah dia seorang hartawan, bangsawan ataukah seorang rakyat jelata, semua sama. Semua rukuk dan sujud di hadapan Allah swt. Yang Maha Agung. Demikian pula status sosial seseorang di masjid, semua sama. Seorang pejabat atau rakyat, hartawan atau gelandangan, ia tetap duduk paling depan apabila datang lebih awal. Sebaliknya, siapapun orangnya, tetap duduk di paling belakang jika ia datang paling akhir. Di dalam masjid tidak ada yang super atau istimewa, semua diperlakukan sama, yang membedakan hanyalah tingkat keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt.
4.Tempat Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Jika kita simak perkembangan Islam dari masa ke masa, Islam tidak hanya berada di daratan Arab saja, tetapi telah menyebar ke daratan Eropa. Saat Islam mencapai zaman keemasannya, saat itu pula popularitas Islam dikenal bukan hanya karena jumlah pemeluknya yang semakin bertambah, melainkan pula karena perkembangan ilmu dan filsafatnya yang maju pesat. Di Cordoba Spanyol, ada pusat ilmu pengetahuan yang begitu lengkap, menjadi pusat rujukan para ilmuwan dan cendekiawan dari penjuru dunia, semua berpusat dan bertumpu pada masjid.
Oleh karena itu, sudah saatnya masjid difungsikan kembali sebagai tempat untuk mencari, mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Disadari atau tidak, dalam hal ilmu dan teknologi umat Islam masih jauh tertinggal dari umat lain, sedangkan manusia akan diangkat nilai dan derajatnya, serta dimuliakan dalam pergaulannya karena iman dan ilmunya, sebagaimana firman Allah swt.
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
“Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah; 11)
5.Tempat Pembinaan Umat
Yang terakhir, sebagian fungsi masjid adalah tempat pembinaan umat khususnya remaja dan pemuda. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi disamping berdampak positif bagi kemajuan suatu bangsa, tetapi juga berdampak negatif sehingga menimbulkan terjadi kenakalan remaja yang cendrung melakukan hal-hal yang bertentangan bukan saja dengan etika moral tetapi juga dengan agama, misalnya pencurian, perzinaan, perampokan, penodongan taupun terlibat dengan pemakaian obat-obat terlarang.
Banyak orang tua kehabisan akal menghadapi kenakalan putera puterinya. Berbagai upaya telah diusahakan untuk kesembuhannya tetapi masalah tersebut belum dapat teratasi. Untuk membatasi perkembangan dan menanggulangi kenakalan remaja adalah dengan mengenalkan mereka kepada tempat pembinaan yang tepat yakni masjid dan membimbing mereka agar menjadi pemakmurnya. Jarang dijumpai aktifis masjid yang terlibat perbuatan kriminal, kalaupun ada maka perlu dipertanyakan apa motivasi dirinya menjadi aktifis masjid.
Ada beberapa manfaat bagi orang yang memakmurkan masjid dinataranya, meningkatnya keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt., memiliki keyakinan akan adanya pembalasan di hari akhir, semakin tekun dan istiqamah dalam menegakkan shalat, timbulnya kesadaran untuk membayar zakat serta munculnya rasa takut dan hormat kepada Allah swt. sebagaimana firman Allah swt.
إِنَمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ
“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, membayar zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah; 18)
Dengan mengetahui fungsi masjid maka diharapkan setiap muslim ikut ambil bagian sebagai pemakmur masjid dengan cara memakmurkan fisik, kegiatan di dalamnya dan ikut memelihara kebersihan dan keindahannya, sehingga dapat menimbulkan rasa senang dan nyaman bagi siapa saja yang datang ke masjid tersebut untuk beribadah. Rasa nyaman akan didapatkan apabila semua jama’ah di dalamnya mengenal adab terhadap masjid.

Adapun adab terhadap masjid dibagi menjadi dua bagian yakni:
  • Adab yang berupa perintah
  1. Menjaga kebersihan
  2. Berdoa ketika akan masuk
  3. Melaksanakan shalat sunnah tahiyyatul masjid
  4. Mengambil shaf yang paling depan ketika shalat berjama’ah
  5. Banyak berdzikir ketika sedang menunggu waktu shalat
  6. Ikut menjaga keamanan terhadap barang-barang milik masjid
  7. Membawa infaq setiap datang ke masjid
  8. Berdoa ketika meninggalkan masjid
  • Adab yang berupa larangan di dalam masjid
  1. Tidak meludah di dalam masjid
  2. Tidak lewat di depan jama’ah yang sedang shalat
  3. Tidak membuat kegaduhan
  4. Tidak bermain-main atau melakukan permainan
  5. Tidak bersengketa dan bertengkar
  6. Tidak mengadakan teransaksi apapun
  7. Tidak mencari barang yang hilang
  8. Tidak melaksanakan shalat sendirian pada saat orang lain sedang melaksanakan shalat
  9. Tidak menjadikan masjid hanya sebagai tempat istirahat dan membuang hajad tanpa beribadah di dalamnya

SHALAT SEBAGAI TIANG AGAMA


SHALAT SEBAGAI TIANG AGAMA
Oleh : H Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud
Penyuluh Agama Islam Kec. Depok
Kwalitas iman seseorang dalam Islam dapat diukur dengan komitmennya terhadap pengamalan ajaran yang ada, baik itu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi maupun sosial kemasyarakatan. Shalat sebagai salah satu dari rukun Islam tentu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan bagi setiap muslim. Namun lebih dari itu sebetulnya shalat tidak hanya merupakan kewajiban tetapi juga merupakan kebutuhan bagi kaum yang beriman, karena shalat merupakan tiang agama.
Begitu pentingnya kedudukan shalat dalam syari’at Islam, sehingga shalat merupakan kewajiban yang pertama kali harus dilaksanakan setelah seorang muslim mengakui kebenaran atas keberadaan Tuhan, yakni Allah SWT. dan shalat itu akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi orang yang mampu menyelami makna shalat, sekurang-kurangnya ia akan merasa sangat dekat dengan Tuhannya.
Kebahagiaan hakiki bagi setiap muslim adalah manakala ia mampu mendekatkan diri kepada Sang Khalik, saat mana ia akan selalu merasakan begitu nikmat dan tenteram dalam menjalani hidup dan kehidupan. Walaupun dihadapkan pada berbagai masalah sebagai dampak dari modernisasi yang dibarengi dengan semakin berkembangnya teknologi dan informasi, yang di satu sisi menyebabkan kemajuan pola pikir dan di sisi lain juga menyebabkan merosotnya nilai-nilai moral umat manusia, tapi dengan selalu dekat yang Yang Maha Kuasa yakni Allah SWT. terutama melalui keistiqamahan dalam melaksanakan shalat, maka Insya Allah orang itu akan selalu dilindungi oleh Allah dengan selalu memberikan bimbingan dan petunjuk.
Shalat dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, sehingga Rasulullah menyatakan bahwa shalat tiang agama Islam.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدّيْنِ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدّيْنِ
Artinya: “Shalat adalah tiang agama. Barang siapa yang menegakkan shalat,maka berarti ia menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia merobohkan agama”. (HR. Bukhari Muslim)
Hadits di atas merupakan suatu rujukan bahwa tegak dan tidaknya agama Islam pada diri seorang muslim tergantung pada keistiqamahan seorang hamba dalam melaksanakan shalatnya. Shalat tidak hanya dimaknai sebatas kewajiban, tetapi ruh shalat harus bisa memberikan warna yang sangat positif pada perilaku seorang hamba yang terpancar pada kesungguhan untuk selalu menaati Allah dan menjauhkan diri dari perilaku maksiat dan mungkarat.
Allah SWT.Allah SWT. berfirman :
اِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنْكَرِ.
Artinya : “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”. (Surah Al-Ankabut: 45)
Ayat di atas seharusnya mampu menjadi bahan perenungan bagi setiap muslim khususnya umat Islam di Indonesia. Pertanyan yang seharusnya muncul didalam hati setiap muslim adalah, sudahkah shalat ini dilaksanakan dengan baik dan benar?. Jika dalam kehidupan sehari-hari ternyata seseorang masih sering melakukan kemaksiatan dan kemungkaran, itu berarti ruh shalat belum merasuk ke dalam jiwanya. Jika akhlak mereka masih belum baik, itu pertanda bahwa dirinya belum menjiwai shalat yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, shalat yang dilaksanakannya itu baru terbatas pada gerak badan saja tapi hati tidak pernah sungguh-sungguh terlibat dalam shalat. Shalat yang demikian itu hanya bersifat rutinitas sebagai pengguguran atas kewajiban yang membebani dirinya jika tidak melaksanakannya. Maka tidak heran jika di tengah-tengah masyarakat sering dijumpai orang yang rajin melaksanakan shalat tapi maksiat juga tetap jalan. Dalam bahasa guraunya adalah STMJ (Shalat Tegak Maksiyat Jalan)
Sebagai seorang muslim yang diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang bermartabat tinggi, maka seharusnyalah seorang muslim berusaha melakukan perubahan-perubahan terhadap pelaksanaan shalat seperti di atas agar umat Islam Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan akhlak dan moral. Mereka harus mampu melakukan pendalaman terhadap makna sesungguhnya dari shalat yang dapat membentuk pribadi muslim yang istiqamah dan berakhlakul karimah.
Sebagai tiang agama, maka harus ada makna dan nilai setiap orang melaksanakan shalat, sebagaimana diuraikan oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihyaa Ulumuddin, yakni:
1. Hudhurul Qolbi (menghadirkan jiwa). Ketika melaksanakan shalat harus konsentrasi penuh semata-mata menghadap kepada Allah dan mengharap keridhaan-Nya. Segala hal yang bersifat keduniaan harus kita lupakan sejenak, agar kita tidak termasuk ke dalam golongan orang yang celaka, karena tergolong yang melalaikan shalat.
Firman Allah SWT.:
فَوَيْلُ لّلْمُصَلّيْن . اَلَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْن.
Artinya: “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya”. (Surah Al-Ma’un : 4-5)
2. Tafahhum; yakni menghayati apa saja yang dikerjakan dalam shalat, baik berupa bacaan maupun gerakan anggota badan lainnya. Karena di dalamnya tersimpan makna pernyataan kesiapan, janji dan kepasrahan secara total kepada Allah SWT. sebagaimana Firman-Nya :
وَاَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِيْ
Artinya : “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Surah Thaha ; 14)
3. Ta’zhim; artinya sikap mengagungkan Allah yang disembahnya serta adanya kesadaran secara total bahwa manusia adalah sangat kecil di hadapan Sang Pencipta, Allah Yang Maha Agung
4. Al-Khouf; yakni rasa takut kepada Allah yang dilambari rasa hormat kepada-Nya.
5. Ar-Roja’; yakni harapan untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nya, dan yang ke
6. Adalah Al-Haya’; yakni rasa malu kepada Allah, karena apa yang dipersembahkan kepada-Nya sama sekali belum sebanding dengan rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Dengan mampu menghadirkan makna dan nilai-nilai shalat di atas, maka secara bertahap akan timbul harapan bahwa akan ada hubungan timbal balik antara ibadah ritual dalam ibadah shalat sebagai tiang agama dengan nilai-nilai yang tersembunyi di dalamnya, yang akan dapat menghiasi kehidupan setiap muslim dalam kehidupan pribadi sehari-hari dan akan membias dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sepanjang hayatnya.
Semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan kepada kaum muslimin khususnya umat Islam Indonesia, sehingga dapat melaksanakan shalat dengan baik dan benar dan dapat menjiwai nilai-nilai luhur dalam shalat sebagai pembentuk peribadi muslim yang berkwalitas.

NASKAH KHUTBAH JUM'AT MINGGU INI (KEUTAMAAN IBADAH HAJI)


KEUTAMAAN IBADAH HAJI
Oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud
Penyuluh Agama Islam Kec. Depok
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT. atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sebagai upaya kita untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada-Nya
Beruntunglah kita, karena dalam kehidupan yang pendek ini kita memperoleh hidayah dari Allah dengan memeluk agama Islam dan memperoleh rizki atau penghidupan yang cukup. Sebab dengan Islam kita akan mendapatkan ketenteraman hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Kemudian dengan rizki yang cukup, kita gunakan sebagai sarana menyempurnakan ibadah kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW. bersabda :
طُوْبَى لِمَنْ هُدِيَ لِلْاِسْلاَمِ , وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وَقَنَعَ
“Sungguh beruntunglah bagi orang yang mendapat hidayah memeluk agama Islam dan penghidupannya cukup serta tenang dan menerima.” ( HR. Turmudzi )
Pada khutbah siang ini saya akan menyampaikan tentang hikmah ibadah haji. Ibadah haji adalah rukkum Islam yang kelima dan merupakan kewajiban setiap muslim yang telah mampu serta memenuhi persyaratan, artinya bagimereka yang sudah ada biaya dan sehat jasmani maupun rohani serta tidak ada udzur atau halangan. Allah berfirman :
وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ الله َغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِيْنَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari ( kewajiban haji ), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran : 96)
Dalam Islam melaksanakan ibadah yang paling banyak mengeluarkan tenaga dan biaya adalah ibadah haji. Karena itu ibadah haji ini hanya terbatas bagi setiap muslim yang mampu.
Sekalipun ibadah haji itu terasa berat tetapi tetap terasa nikmat, sebab mereka merasa semakin dekat kepada Allah SWT. Pahala ibadahnya pun juga bewrlipat ganda. Shalat yang dilaksanakan di masjid Nabawi pahalanya lipat seribu kali daripada shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram, sedangkan shalat di Masjidil Haram lipat seratus kali daripada shalat di masjid Nabawi, dengan kata lain lipat seratus ribu kali dibanding shalat yang dilaksanakan di masjid lainnya.
Rasulullah bersabda :
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى اَفْضَلُ مِنْ اَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَسَاجِدِ اِلاَّ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ
“Shalat di masjidku ini lebih utama dari seribu kali shalat di masjid lain kecuali masjid Ka’bah,” (HR. Muslim)
Kemudian Rasulullah juga menyatakan :
وَصَلاَةٌ فِى مَسْجِدِ الْحَرَامِ اَفْضَلُ مِنْ صَلاَةٍ فِى مَسْجِدِى هَذَى بِمِائَةِ صَلاَةٍ
“Dan shalat di masjid Haram lebih utama seratus kali daripada shalat di masjidku ini.” (HR. Ahmad)
Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa seorang muslim yang mengerjakan ibadah haji di tanah suci Mekkah dan Madinah adalah berlipat ganda pahalanya. Belum lagi do’a yang disampaikan atau dipanjatkan kepada Allah SWT. adalah selalu dikabulkan.
Karena itu kesempatan besar bagi setiap muslim yang sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci, mendekatkan diri kepad Allah SWT. dengan sujud dan takarrub kepada-Nya, sambil berdo’a, sebab do’a mereka itu dikabulkan oleh Allah SWT.
Sabda Rasulullah :
اَرْبَعُ دَعْوَاتٍ لاَ تُرَدُّ : دَعْوَةُ الْحَاجِّ حَتَّى يَرْجِعَ , وَدَعْوَةُ الْغَازِى حَتَّى يَصْدُرَ , وَدَعْوَةُ الْمَرِيْضِ حَتَّى يَبْرَأَ , وَدَعْوَةَ الاَخِ لِاَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ , وَاَسْرَعُ هَؤُلاَءِ الدَّعْوَاتِ اِجَابَةً دَعْوَةُ الاَخِ لِاَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ
“Ada empat golongan yang do’anya tidak ditolak, yaitu do’a orang yang sedang menunaikan ibadah haji hingga kembali, do’a orang (Islam) yang berperang hingga pulang (dari peperangan), do’a orang sakit hingga sembuh, dan do’a seorang muslim bagi sesama muslim yang sudah meninggal. Dan yang paling cepat dikabulkan adalah do’a seorang muslim bagi sesama muslim yang sudah meninggal.” (HR. Dailami dari Ibnu Abbas).
Ada tempat – tempat mustajab uantuk berdo’a bagi jama’ah haji yang sedang memanjatkan do’anya kepada Allah SWT. misalnya di “Multazam” yaitu tempat yang terletak antara pintu Ka’bah dengan Hajat Aswad. Di tempat-tempat inilah para hujjaj memohon kepada Allah sesuai dengan maksud, hajad dan keperluan mereka.
Di tempat inilah para jama’ah dapat mengadukan permasalahn hidup yang menyangkut dosa dan kesalahan yang pernah dilakukannya dan sekaligus mereka bisa memohon ampun atas kesalahan dan dosa-dosanya itu kepada Allah SWT; lalu mereka minta diterima ibadahnya, minta keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, tercukupi rizki dan ketentraman rumah tangga.
Di tempat ini pula para jama’ah tentu merasa sangat haru, bergembira dan bahagia, sebab dapat sujud dan berdiri di dekat Ka’bah sambil menatap kebesaran dan keagungan Allah SWT. sehingga mereka tidak mampu menahan tangis dan menetesnya air mata yang membasahi pipi mereka, di situlah mereka betul-betul merasa kecil dan tidak berdaya sama sekali di hadapan Allah SWT.
Kemudian “Hijir Ismail” yaitu tempat yang mustajab terletak di sebelah utara Ka’bah, tempat ini bentuknya seperti pagar setengah tembok melingkar setengah lingkaran. Hijir ini dibangun oleh Nabi Ibrahim AS. sewaktu beliau membangun Ka’bah bersama putranya Isma’il AS. Di tempat inilah para jama’ah haji berdo’a kepada Allah.
Lalu di “Maqam Ibrahim”, adalah jug tempat yang sangat mustajabah, Maqam ini berupa sebuah batu yang ditutup dengan kaca (fiber glass) dan dibentuk runcing tirus di bagian atasnya dengan warna kuning emas. Batu ini sebagi tempat pijakan kaki Nabi Ibrahim AS. sewaktu membangun Ka’bah bersama putranya. Di tempat inilah para hujjaj dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT :
فِيْهِ ءَايَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيْمَ
“Padanya terdapat tanda – tanda yang nyata ( diantara ) Maqam Ibrahim.” (QS; Ali Imran 97)
Dalam melaksanakan ibadah haji hendaknya para jama’ah haji menghindarkan diri dari amaliyah-amaliyah yang dilarang oleh agama; dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti berbuat keji, fasik, bohong dan lain-lainnya, supaya ibadah hajinya diterima oleh Allah SWT, dan mereka kembali pulang bersih dari dosa. Dengan kata lain mendapatkan haji Mabrur. Rasulullah bersabda :
مَنْ حَجَّ للهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ
“Barang siapa melakukan haji tanpa berbuat keji dn tidak fasik, maka dia kembali (tidak berdosa) sebagaimana waktu diadilahirkan oleh ibunya.” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah)
Bagi saudara-saudara kita yang hendak menunaikan ibadah haji, hendaknya menanamkan niat yang tulus dan ikhlas karena Allah semata, serta semata-mata memenuhi panggilan-Nya, dan hendaknya berusaha maksimal agar mencapai haji yang mabrur. Karena haji mabrurlah yang bernilai dalam pandangan Allah SWT. dan haji mabrurlah yang dianggap haji berkualitas. Sabda Rasulullah :
اَلْعُمْرَةُ اِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهُمَا , وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ اِلاَّ الْجَنَّةِ
“Umrah ke umrah lainnya adalah penghapus dosa antara keduanya. Dan haji yang mabrur tidak ada lagi balasannya kecuali surga.” (HR. Bukhari Muslim)
Sebagian dari tanda haji mabrur adalah haji yang dikerjakan sesuai dengan ketentuan, mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. dan dikerjakan tanpa tercampur dengan perbuatan dosa atau maksiat kepada Allah SWT, sehingga ada harapan memperoleh surga Allah SWT.
Setelah pulang ke negerinya meningkatkan keistiqamahan dalam beribadah, memperindah akhlak, meningkatkan kepedulian kepada sesama dan menjadi teladan bagi masyarakat sekelilingnya.
Bagi kita yang belum terpanggil untuk menunaikan ibadah haji, mudah-mudahan Allah SWT. segera memberikan anugerah tersebut pada tahun-tahun yang akan datang, diberi kemurahan rizki dan kesehatan serta kesadaran untuk melaksanakannya. Terutama bagi kita yang telah diberi kelebihan rezeki oleh Allah, ssegeralah untuk berangkat melaksanakan ibadah haji ke tanah suci dan ziarah ke pusara Rasulullah SAW. sebelum kedahuluan malaikat pencabut nyawa yang menyebabkan kita akan menyesal di kemudian hari.
Demikian khutbah yang dapat saya sampaikan siang ini, mudh-mudahan berkenan dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْأَنِ الْعَظِيْمِ , وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الأَيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ , وَتَقَبَّلَ مِنّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَه , إِنَّه هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ , وَقُلْ رَّب اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْن .

Sabtu, 27 Agustus 2011

NASKAH KHUTBAH SHALAT IDUL FITRI 1432 H.



DENGAN SEMANGAT KETAQWAAN, KITA TINGKATKAN SOLIDARITAS SOSIAL DEMI TERWUJUDNYA KEADILAN DAN KEMAKMURAN YANG MERATA

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ , الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَعَلَ الْعِيْدَ ضِيَافَةً وَكَرَامَةً لِلصَّائِمِيْنَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , اَلْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ, وَأَشْهَدُ أََنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنُ, أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى الْمُتَّبَعِ فِى الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ, صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ بَدَّلُوْا نُفُوْسَهُمْ بِعِزَّةِ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ , أَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ , أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَا اللهِ فَاتَّقُوا الله يَا أُولِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ . قَالَ الله تَعَالَى :

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lillahilhamd

Pada hari yang penuh barakah, keakraban dan kebahagiaan ini, marilah kita memanjatkan puji dan syukur kepada Allah swt., yang telah menetapkan kita sebagai muslim dan menjadikan hari ini sebagai hari silaturrahim massal antara sesama muslim, guna memperbaharui semangat dan tekad kita dalam rangka peningkatan pengabdian terhadap Allah swt., serta lebih mengokohkan tali persaudaraan dan ukhuwah. Ini merupakan hal penting bagi kita guna menghadapi tugas-tugas hidup selanjutnya, dalam rangka meneruskan pembangunan kehidupan yang lebih baik, lebih maju dan lebih tertib di negeri tercinta ini. Firman Allah swt. dalam surah Hud ayat 61:

هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ

“ Dialah Allah yang telah menciptakan kalian dari bumi dan menuntut kalian agar memakmurkan bumi ini. “

Kita berkumpul di tempat ini guna merayakan hari kemenangan kita, kemenangan jihad mengendalikan hawa nafsu yang sering mengganggu dan merusak jiwa.

Memerangi hawa nafsu bukanlah pekerjaan yang ringan bahkan merupakan tugas yang berat, sebagaimana dinyatakan Rasulullah ketika baru kembali dari perang Hunain yang dahsyat itu :

رَجَعْنَا مِنْ جِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى جِهَادِ اْلأَكْبَرِ

“ Sekarang kita pulang dari peperangan yang kecil menuju peperangan yang besar.“

Para sahabat bertanya : “ Apakah setelah ini akan ada peperangan yang lebih besar Ya Rasul.“

Rasulullah menjawab: “ Ya “, “ Jihad memerangi hawa nafsu.“

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lillahilhamd

Sejarah telah membuktikan bahwa jatuhnya suatu bangsa dan negara berpangkal pada ketidak-mampuan warganya dalam mengendali-kan hawa nafsunya, baik penguasa maupun rakyatnya. Allah swt. mengingatkan dalam Alqur-an:

وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً

“ Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang kaya di negeri itu ( agar taat kepada Allah ), tetapi mereka melakukan ke-durhakaan di negeri itu, maka sudah sepantas-nya berlaku ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS, Al-Isra: 16)

Umat Islam sebagai umat yang beriman telah terpanggil oleh seruan Allah Yang Maha Agung dalam firman-Nya yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“ Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa sebagaimana puasa itu telah diwajibkan (pula) kepada umat terdahulu, agar kamu bertaqwa.” ( QS, Al-Baqarah: 183 )

Seruan yang amat simpatik dan penuh kasih itu telah menyentuh qalbu setiap mukmin, menggugah kesadaran insan beriman untuk menyambutnya dengan penuh keyakinan serta keikhlasan. Apapun perintah yang datang dari Allah pasti akan membawa kebaikan dan keberkahan.

Kita tinggalkan makan dan minum di siang hari bulan ramadhan bukan karena tidak ada yang dimakan dan diminum, melainkan karena keyakinan dan ketaatan kepada Allah swt. Kita hidupkan malam harinya dengan shalat malam, tadarus Alqur-an, i’tikaf dan lain-lainnya, untuk lebih mendekatkan diri serta memantapkan iman dan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Berzakat, infaq dan shadaqah guna memupuk rasa solidaritas dan kebersamaan serta ukhuwah antar sesama muslim

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lillahilhamd

Bila kita tafakuri dengan seksama, keutamaan bulan suci ramadhan merupakan pencerminan dari lima macam ajaran Islam yang telah di-laksanakan oleh umat Islam, yaitu :

Pertama : Rukuk dan sujud adalah menifestasi dari pengakuan insan akan nilai ketuhanan Yang Maha Esa. Meletakkan dahi sejajar dengan kaki di atas tanah yang sehari-harinya diinjak oleh seluruh makhluk, merupakan pengakuan akan ke-Agung-an Allah serta kekuasaan-Nya. Sadar atas kerendahan serta kelemahan dirinya, bahwa tiada daya dan upaya serta kekuatan apapun kecuali hanya dengan kodrat dan iradat Allah swt semata.

Kedua : Berpuasa adalah pencerminan dari ajaran Islam mengenai pentingnya nilai peri kamanusiaan yang adil dan beradab, supaya jiwanya halus, mampu merasakan penderitaan saudaranya yang lain, kemudian timbul keinginan untuk menolong

وَالله فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ

“ Allah akan tetap menolong hamba-Nya, selama hamba itu menolong saudaranya.”

Ketiga : Berjama’ah dan berkumpul seperti saat ini adalah pengejawantahan dari nilai - nilai kebersamaan dan persatuan. Kita berkumpul saat ini bukan karena ikatan materi, melainkan karena ikatan Ilahiyyah dan ukhuwah, guna melaksana-kan salah satu firman Allah yang berbunyi:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً

“ Berpegang teguhlah kalian semua kepada agama Allah dan jangan bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian, ketika (dahulu) kalian saling bermusuhan, kemudian (Allah) meneduhkan hati kalian, maka jadilah kalian bersaudara karena nikmat-Nya.”

اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ

Keempat : Saling mengunjungi dan bermaaf-maafan di antara sesama kita, dimulai antara suami istri, sanak saudara, tetangga dan handai taulan, adalah suatu tradisi yang bersumber dari ajaran Allah dan Rasul-Nya, yang mewujudkan rasa kasih sayang sebagai landasan kerakyatan, sebagaimana firman Allah swt.

وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

“ Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, yang dengan (mempergunakan asma-Nya) kamu saling membutuhkan satu sama lain, dan ( peliharalah ) silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu men-jaga dan mengawasi kamu.” (QS, An-Nisa: 1)

Dari silaturrahim itulah kemudian dihasilkan musyawarah. Yang pada kenyataannya tidak sedikit masalah besar dapat diselesaikan melalui musyawarah dan bertukar fikiran

Kelima : Bersedekah, berinfaq dan berzakat atau zakat fitrah adalah salah satu ajaran Islam yang mengandung nilai keadilan sosial, meratakan rizki pemberian Allah kepada seluruh umat manusia, terutama untuk menunjukkan adanya rasa peduli terhadap penderitaan dan kesulitan orang lain yang selalu hidup dalam kekurangan dan kesengsaraan, sebagaimana firman-Nya

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) ber-laku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran serta permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS, An-Nahl: 90)

Keadilan sosial yang merupakan hak setiap insan bagaikan patri atau perekat persatuan dan kesatuan bangsa yang menjadi syarat ketahanan nasional

اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ

Lima macam sikap hidup tadi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila, yang menjadi falsafah hidup negara kita, yang dapat menjadi pendorong ke arah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, yang mendapat ridha dan ampunan Allah swt.

اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ

Untuk melaksanakan tugas pembangunan dengan baik sangat diperlukan keahlian baik teori maupun teknis di bidangnya. Sedangkan untuk mengarahkan agar pembangunan ini sampai kepada sasarannya diperlukan sikap mental yang kuat, jujur dan bertanggung jawab. Oleh karena itu bekal mental dan ilmu pengetahuan merupakan hal sangat penting. Firman Allah swt.

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

“ Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan mem-binasakan negeri secara zhalim, sedangkan penduduknya orang-orang yang suka melakukan kebaikan.” ( QS, Hud: 117 )

Kita berharap dengan hikmah dan semangat yang kita peroleh dari ibadah shaum tahun ini, akan mempertebal keyakinan dan idealisme kita dalam perjuangan selanjutnya. Shaum termasuk jihad akbar sebab pelaksanaan shaum merupakan perang menundukkan hawa nafsu. Nafsu sebagai karunia Allah swt. yang amat berharga , harus dikendalikan kemudian diarahkan pada hal–hal yang berguna bagi sesama.

Membangun bangsa dan negarapun termasuk jihad akbar, sebab selain ia memerlukan keahlian dan kemampuan, juga membutuhkan ketahanan mental. Dengan kata lain pembangunan itu memerlukan otak, tenaga dan moral.

Selanjutnya, kita tingkatkan rasa kebersamaan, guna memupuk semangat persaudaraan dan persatuan diantara kita, memperbaharui tekad dan semangat pengabdian kepada Allah swt. bagi kepentingan manusia itu sendiri. Kita teruskan segala amalan yang kita laksanakan di bulan ramadhan ini pada bulan-bulan berikutnya

Dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya , kira harus berjuang bersama-sama memerangi kemiskinan, kebodohan, kemerosotan akhlak serta meningkatkan rasa takut dan taat kepada kepada Allah. Kita siapkan mental sekuat mungkin agar kita tetap istiqamah dan tahan uji serta tabah menghadapi segala ujian dan cobaan kehidupan ini

Pada akhirnya marilah kita bersama-sama memohon bimbingan dan petunjuknya agar semua dapat melaksanakan amanah yang telah diamanatkan oleh Allah kepada kita sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang kembali bersih dari segala noda dan dosa serta mendapat jaminan kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Amin yang Rabbal ‘alamin.





Minggu, 24 Juli 2011

KONTRIBUSI ZAKATSEBAGAI JAMINAN SOSIAL


KONTRIBUSI ZAKATSEBAGAI JAMINAN SOSIAL
Disajikan oleh : H Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

Meningkatkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT. dapat diwujudkan dengan melaksanakan kewajiban kepada Allah dan sekaligus menjauhi segala hak yang dilarang oleh-Nya, serta terus berusaha meningkatkan amal bakti dan kesalehan kita dalam kehidupan ini.. Dengan modal iman dan taqwa yang sesungguhnya itulah maka hakekat kebahagiaan hidup di dunia dan kesempurnaan hidup di akhirat dapat diraih.
Bekerja dan berusaha mendapatkan rizki dan anugerah Allah SWT guna mencukupi dirinya dan keluarganya agar kuat beribadah adalah sebuah keharusan bagi setiap orang. Bagi mereka yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi kebutuhan hidupnya, maka ia berhak mendapatkan jaminan dari keluarganya yang mampu, bahkan dari masyarakat lain di lingkungannya yang oleh Allah telah diberikan kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari dan lain sebagainya. Dan keluarga yang mampu berkewajiban memberi bantuan serta bertanggung jawab atas nafkah mereka yang hidup dalam kekurangan.
Tetapi pada kenyataannya, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan nafkah kepadanya. Jika demikian, lalu kepada siapakah golongan fakir miskin ini akan bersandar? Apakah mereka semua akan dibiarkan begitu saja, hidup terlantar di bawah tekanan kemelaratan dan kelaparan, sementara disekitar mereka, orang-orang kaya hanya sekedar menyaksikan kesengsaraan dan penderitaan mereka, tanpa sedikitpun merasa iba apalagi menyantuninya?. Lalu bagaimanakah sikap kita sebagai seorang muslim yang berkecukupan, terhadap nasib mereka yang tidak beruntung itu?
Islam adalah agama yang memberikan ajaran sosial bagi pemeluknya, agar tidak bersikap dingin dan membiarkan para fakir miskin terlantar. Allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu yang berada di dalam harta orang-orang kaya, suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat.

Allah SWT berfirman :

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَالله سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya :”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoakanlah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Ath-Taubah : 103)
Imam Suyuthi menafsirkan ayat di atas, sebagai berikut :
Artinya :”(Mensucikan) berarti menjadi sebab kesucian mereka dari kotoran sifat bakhil dan kotoran yang berupa dosa-dosa. (Membersihkan) berarti menjadikan baik serta menambahkan kebajikan dan jumlah harta mereka.”
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa zakat itu berguna untuk membersihkan jiwa orang yang membayarnya, juga membersihkan dan menjadikan harta mereka bertambah. Dengan demikian, harta yang tiada dibayarkan zakatnya justru menjadi harta yang tidak bersih dan tiada memberikan berkah.
Pada dasarnya tujuan disyari’atkan zakat ini diantaranya ialah untuk mencukupi kebutuhan para fakir miskin dan mengentaskan mereka agar tidak lagi miskin dan berubah menjadi orang kaya, selain juga sebagai pembersih harta yang telah diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Sampai-sampai Rasulullah SAW ketika mengutus sahabat muadz bin Jabal bertugas ke Yaman, beliau tidak menyebut suatu kelompok kecuali para fakir miskin. Beliau memerintahkan agar ia mengambil zakat dari orang-orang kaya di kalangan mereka, kemudian membagikannya kepada orang-orang fakir dari kalangan mereka juga.
Harta yang diambil dari sebagian harta orang islam yang telah mencapai nisab atau kadar yang telah ditentukan menurut syariat Islam, lalu diberikan kepada yang berhak (mustahiq al tsamaniyah) dinamakan zakat. Misalnya, bagian sepersepuluh atau seperduapuluh dari hasil tanaman yang berasal dari biji-bijian, ubi-ubian dan palawija menurut pendapat yang terkuat. Hal ini berdasarkan dari keumuman firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 267, sebagai berikut :

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا أَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبَتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواالْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِئَاخِذِيْهِ إِلاَّ أَنْ تُغْمِضُوْافِيْهِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ الله َغَنِيٌّ حَمِيْدٌ

”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(QS. Al-Baqarah : 267)
Demikian pula dengan sabda Ralulullah SAW yang maksudnya sebagai berikut:
”Terhadap apa-apa (tanaman-tanaman) yang disiram air hujan zakatnya sepersepuluh, dan terhadap apa-apa (tanaman-tanaman) yang disiram dengan menggunakan alat, zakatnya seperdua puluh.”
Dalam realitasnya penghasilan itu tidak hanya dihasilkan dari hasil bumi atau pertanian, tetapi gedung-gedung, pabrik-pabrik dan benda-benda lainnya yang tidak bergerak yang dapat mendatangkan hasil, maka dapat diqiyaskan dengan tanah-tanah pertanian tersebut. Zakat yang harus dikeluarkan ada yang 2,5 % (dua setengah persen) dari sejumlah uang atau barang dagangan milik setiap muslim yang telah mencapai nisab. Adapun harta peninggalan, yaitu barang-barang yang ditinggalkan oleh orang-orang zaman dahulu, zakatnya adalah seperlima, demikian pula hasil barang tambang zakatnya juga seperlima
Semua barang-barang yang harus dizakati, seperti yang telah disebutkan tadi, dalam istilah fuqaha dikenal dengan sebutan zakat maal atau zakat yang berkenaan dengan harta benda.
Di samping itu masih ada zakat yang berkenaan dengan jiwa atau yang lazim dikenal dengan zakat fitrah. Zakat fitrah ini dilakukan untuk peleburan dosa-dosa kecil yang telah mengotori ibadah puasa Ramadhan yang baru sedang dilakukan. Di samping itu, zakat fitrah juga merupakan wujud nyata solidaritas masyarakat Islam terhadap fakir miskin agar bisa turut serta merayakan kebahagiaan hari raya Idul Fitri secara bersama-sama.
Rasulullah SAW, bersabda :
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِطُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
”Rasulullah telah menetapkan wajibnya zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa (dari omongan dan perbuatan yang kotor), dan sebagai suatu hidangan bagi orang-orang fakir miskin”. (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud dan Hakim)
Manfaat daripada zakat adalah sebagai penyuci harta dari hak orang lain dan pembersih bagi muzakki dari sifat-sifat yang tidak baik. Disamping itu juga sebagai penyambung silaturrahim dengan kaum kerabat dan sekaligus sebagai pengakuan akan hak orang fakir dan miskin yang melekat pada harta yang dimiliki.
Sabda Rasulullah SAW.
تُخْرِجُ الزَّكَاةَ مِنْ مَالِكَ فَإِنَّهَا طُهْرَةٌ تُطَهِّرُكَ وَتَصِلُ أَقْرِبَائِكَ وَتَعْرِفُ حَقَّ الْمِسْكِيْنِ وَالْجَارِ وَالسَّائِلِ
“Anda keluarkan zakat dari harta yang anda miliki, karena (harta yang dizakatkan) itu merupakan pencuci yang akan membersihkan anda. Anda hubungkan silaturrahim dengan kaum kerabat dan (dengan harta yang dizakatkan itu) anda akui hak si miskin, tetangga dan peminta-minta”. (HR. Riwayat Ahmad dari Anas bin Malik RA).
Dan Sabda Rasulullah SAW yang lain:
مَنْ أَدَّى زَكَاةَ مَالِهِ ذَهَبَ عَنْهُ شَرُّهُ
“Barang siapa yang membayarkan zakat hartanya, berarti hilanglah (hal) yang tidak baik (pada harta itu)”. (HR. Riwayat Thabrani dari Jabir bin Abdullah RA.)
Demikian sekedar untuk penambah wawasan tentang harta yang dimiliki seorang hamba yang harus dibersihkan dengan zakat mal dan ibadah puasa seorang muslim yang harus disucikan dengan zakat fitrah. Semoga bermanfaat bagi semuanya. Wallaahu a’alam bishshawab.