Paduan Suara Mars DBKS

Paduan Suara Mars DBKS Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok sedang menyayikan Mars DBKS dalam acara evaluasi lomba DBKS Tingkat Kabupaten Sleman.

Tamu Undangan Muspika Depok

Tamu undangan dari unsur Muspika kecamatan Depok sedang menghadiri acara evaluasi loma DBKS Desa Maguwoharjo tingkat kabupaten Sleman

Bimbingan Manasik Haji

H. Muhammad Chaeruddin sedang memberikan penjelasan dan materi dalam rangka manasik haji kecamatan Depok kabupaten Sleman

Praktik Manasik Haji

Para jamaah calon haji kecamatan Depok sedang melaksanakan praktik manasik haji untuk menyempurnakan materi yang diterima secara teoretis

Administrasi Manasik Haji

Untuk mewujudkan pelaksanaan bimbingan manasik haji di Tingkat Kecamatan Depok, harus ditunjang dengan administrasi yang efektif dan efiesien

Rabu, 15 September 2010

Penyuluh Agama Islam Fungsional Kabupaten Sleman


ISTIGHFAR DAN TAUBAT ADALAH KUNCI PEMBUKA RIZKI DAN KEBERKAHAN DARI ALLAH SWT.
Oleh: H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

A. PENDAHULUAN
Menggapai kesejahteraan hidup dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia merupakan satu keharusan disamping merupakan idaman setiap orang yang sehat akal fikirnya juga merupakan anjuran langsung dari Allah SWT. sebagaimana telah difirmankan oleh-Nya yang berbunyi :

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QWS. Al-Qashash:77)
Untuk menggapai kesejahteraan hidup maka setiap harus mampu memanfaatkan waktu untuk menyibukkan diri mencari rizki, karena mencari rizki juga merupakan keharusan yang diperbolehkan dalam Islam selama pemnuhan hajad dan pamanfaatannya adalah dalam rangka memenuhi kewajiban kepada Allah SWT.
Dalam pandangan masyarakat sekuler (baik dari kalangan umat Islam maupun non Islam) ada pandangan bahwa jika seseorang berpegang teguh kepada ajaran Islam akan mengurangi kesempatan memenuhi kebutuhan rizki karena mereka akan selalu disibukkan oleh keharusnya melaksanakan ajaran agama secara ketat, sementara ada juga yang berpandangan bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya mereka mau menutup mata dari ketentuan syari’at Islam terutama berkenaan dengan ketentuan hukum HALAL dan HARAM.
Allah mensyari’atkan agama-Nya bukan saja sebagai petunjuk bagi umat manusia agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup di akhirat, tetapi jua untuk membimbing manusia dengan PETUNJUK-NYA agar mereka bisa mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia secara wajar, sehat dan berkwalitas sebagai jembatan untuk menggapai kedua-duanya. Sesungguhnyalah hidup di dunia ini ibarat memanfaatkan lading akhirat secara tepat guna dan berhasil guna. Bahkan Rasulullah SAW. sendiri selalu memohon kepada Allah SWT. agar di karuniai kebaikan (kebahagiaan hdiup) di dunia dan juga kebaikan (kebahagiaan hdiup) di akhirat :
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik RA, menyatakan :
كَانَ اَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ : رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah:201)
Allah dan Rasul-Nya tidak akan meninggalkan umat manusia (Islam) tanpa petunjuk dalam kegelapan dan keraguan dalam usaha mencari rizki. Tetapi sebaliknya Allah dan Rasul-Nya telah menunjukkan bagaimana cara mendapatkan rizki dengan wajar, sehat dan berkualitas (barakah), dan semuanya telah diatur dan dijelaskan dalam PEDOMAN HIDUP YANG ABADI yakni AL-QUR’AN dan AS-SUNNAH. Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan memudahkan jalan untuk mendapatkan rizki yang menjadi kebutuhan pokok dalam memenuhi hajad hidupnya dari segala arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan dari bumi, dan Rasul-Nya pun telah menjelaskan tentang berbagai sebab di atas dan meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha mencari rizki.
Firman Allah SWT:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS.Al-A’raf:96)

B. ISTIGHFAR DAN TAUBAT SEBAGAI KUNCI PEMBUKA PINTU RIZKI
Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah ISTIGHFAR (memohon ampun) dan TAUBAT kepada Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Nuh yang berkata kepada kaumnya :
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً * يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً *
“maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, --sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun--, * niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, * dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.* (QS. Nuh:10-12)
Yang dimaksud istighfar dan taubat dalam hal ini bukan hanya sekedar apa yang diucapkan lisan saja, yang tidak membekas d dalam hati sama sekali, bahkan tidak berpengaruh pada perbuatan badan. Tetapi yang dimaksud dengan istighfar adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah “meminta ampun dengan disertai ucapan dan perbuatan, bukan sekedar lisan semata”. Jadi istighfar adalah aplikasi dari apa yang ada di dalam hati yang diikrarkan dengan lisan, sehingga ada keterpaduan antara APA YANG BERSEMAYAM DI HATI, DIUCAPKAN LISAN, dan DIUJUDKAN DENGAN PERBUATAN NYATA.
Sedangkan makna taubat sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meninggalkan dosa karena keburukannya,enyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti). Jika keempat hal tersebut telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.
Imam An-Nawawi menjelaskan di dalam Kitab Riyadhus Shalihin bahwa : “Para Ulama berkata: ~ “Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak sesama manusia, maka syaratnya ada tiga :
أَحَدُهَا أَنْ يَقْلَعَ عَنِ الْمَعْصِيَةِ, وَالثَّانِي أَنْ يَنْدَمَ عَلَى فِعْلِهَا, وَالثَّالِثُ أَنْ يَعْزَمَ أَنْ لاَ يَعُوْدَ إِلَيْهَا أَبَدًا
1. Hendaknya ia harus menjauhi maksiat tersebut.
2. Ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya.
3. Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.
Jika salah salah satu syarat hilang, maka taubatnya tidak sah (tidak bisa dikatakan taubat dalam arti yang sesungguhnya)
Apabila taubatnya itu berkaitan dengan hak sesama manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat di atas di tambah satu, yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya, dan jika berupa ghibab (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.
Makna taubat secara lafzhiyah adalah kembali. Sedangkan makna secara syar’i ada dua pengertian yakni:
1. Kembali ke jalan Allah setelah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam menjalani hidup dan kehidupan, atau kembali kepada fithrahnya sebagai makhluk beragama yang memiliki nilai-nilai ketaatan kepada Allah, yang ber-susila, bermartabat tinggi serta memiliki nilai-nilai sosial (lihat Memahami Hakikat Makna Fithrah pada tulisan terdahulu).
2. Kembali kepada kesucian setelah dirinya banyak bergelimang dengan dosa karena banyak melakukan kesalahan, kemaksiatan, kemunkaran dan kebathilan atau kembali ke fithrah sebagai makhluk yang suci.

C. KEUTAMAAN ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh: 10-12) berkata: ”Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya, niscaya ia akan memperbanyak rizki kalian, Dia akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak keturunan untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun untuk kalian”
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shahih, bahwasanya ia berkata: ”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Yang lain mengadu kepada beliau tentang kemiskinan, beliau-pun berkata kepada orang itu, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Yang lain lagi berkata kepada beliau, ”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar DIA memberiku anak!”, maka beliau mengatakan kepada orang tersebut, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Dan yang lainnya lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya, maka beliau mengatakan (pula), ” Beristighfarlah kepada Allah!”.
Di ayat yang lain Allah mengisahkan tentang seruan Nabi Hud AS kepada kaumnya agar beristighfar, sebagaimana bunyi ayat berikut ini :
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud:52)
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menyatakan: “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi (saat itu juga). Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya”.
Dan pada surat Hud ayat yang lainnya lagi Allah juga menerangkan :
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“003. dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud:3)
Imam AL-Qurthubi mengatakan: “Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Allah tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang telah dilakukannya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa-I, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda:
مَنْ أَكْثَرَ اْلإِسْتِغْفَارُ (وَفِى رِوَايَةٍ أَخَرَ مَنْ لَزِمَ اْلإِسْتِغْفَارُ) جَعَلَ الله ُمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ.
“Barang siapa memperbanyak istighfar (dalam riwayat yang lain: Barang siapa membiasakan istighfar), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.”.
Dalam hadits ini<>
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. At-Tahrim:8)
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peningkatan kwalitas diri menuju peningkatan ketaqwaan pasca ramadhan sebagai upaya menjaga keistiqamahan sebagai hamba Allah
Terima kasih telah berkenan mambaca tulisan ini, semoga Allah SWT. memberkahi kita semua. Aamiin.......

Rabu, 08 September 2010

MENUJU TERCAPAINYA HAJI MABRUR (Bekal untuk Calon Jama'ah Haji)

Disajikan oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

A. PENDAHULUAN
Melaksanakan ibadah haji merupakan merupakan salah satu dari rukun Islam yang harus dilaksanakan oleh umat Islam yang diperintahkan oleh Allah SWT. kepada setiap muslim, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah SWT.
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجَّ يَأْتُوْكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ
”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kami dan mengendarai unta yang kurus.” (QS.Al-Hajj ; 27)
Setiap orang yang melaksanakan ibadah haji pasti mempunyai keinginan yang sama yakni tercapai haji mabrur. Haji mabrur adalah ibadah haji yang dilaksanakan dengan memenuhi beberapa ketentuan syar’i yaitu :
1. Dilandasi niat yang ikhlas yang didasari oleh tiga hal pokok yakni :
 Pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT. (ikhlasnya para ahli ibadah)
 Mengharapkan ridha Allah SWT. (ikhlasnya para Muhibbin)
 Memperoleh karunia tambahan dari Allah SWT. karena kamampuannya mensyukuri nikmat Allah (ikhlasnya para ’Arifin/orang yang ma’rifat kepada Allah)
2. Pelaksanaannya SHAHIH (benar dan tidak cacat)
Seluruh rangkaian manasik (upacara ritual keagamaan dalam ibadah haji yang meliputi syarat, rukun, wajib dan sunnah haji dilaksanakan dengan baik dan benar serta diimbangi oleh kemampuan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan umrah baik ketika sedang berpakaian ihram maupun ketika tidak berpakain ihram)
3. Yang melaksanakan SHALIH (layak dan pantas)
Pada saat sedang melaksanakan ibadah haji dan umrah tersebut sikap, prilaku dan ucapan dari jama’ah haji tersebut adalah layak dan pantas untuk mendapatkan predikat haji mabrur, karena itulah maka orang yang sedang melaksanakan ibadah haji tidak boleh RAFATS, FUSUQ dan JIDAL. Disamping itu orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan umrah harus memiliki ruh dari serangkaian amalan yang sedang dilaksanakannya. Untuk memahami ruh ibadah haji maka semua jama’ah haji harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang :
 Pengaruh ibadah haji dalam kehidupan manusia
 Makna simbolik ibadah haji

B. PENGARUH IBADAH HAJI DALAM KEHIDUPAN
Sebagaimana ibadah-ibadah lain, menunaikan haji adalah dalam rangka menuruti perintah Allah Azza Wa Jalla dan memenuhi hak-hakNya. Dan ternyata, Tidak dapat diingkari bahwa dibalik ibadah-ibadah itu terdapat pengaruh pengaruh positif dan beberapa kemanfaatan, baik bagi individu maupun masyarakat luas.
Ibadah haji, disamping banyak mengandung unsur ”ubudiyah” yang tidak dapat dijumpai secara detail dan pasti pada ibadah yang lain, juga merupakan ibadah paling nampak pengaruh positifnya dalam kehidupan kaum muslimin. Dalam hal ini Allah Azza Wa Jalla telah berfirman :
..... لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ ....
.........”Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mnyebut asma Allah.”.......... (Al-Hajj; 28)
Suatu argumentasi Qur’ani tentang disyareatkannya ’rihlah mubarakah’ yang ditempuh kaum muslimin dengan berjalan kaki dari berbagai penjuru dunia, jelas-jelas akan membuka lebar pemahaman bagi kaum muslimin, untuk merenungi berbagai macam manfaat yang dapat dialami dan disaksikan dengan jelas, sebagaimana yang disebut oleh ayat tersebut diatas.
Ibadah haji merupakan ’santapan rohani besar’ yang dapat membekali setiap muslim. Santapan yang dapat memenuhi jiwa raganya dengan khosyyah, taqwallah, kemauan yang kuat untuk selalu memenuhi perintah-perintahNya, serta perasaan menyesal ketika berbuat durhaka kepada-Nya. Santapan yang memenuhi ruhnya dengan mahabbah kepada Rasul utusan-Nya. Dan kepada siapa saja yang membela, membantu, dan mengagungkan, serta mengikuti cahaya yang telah diturunkan kepadanya. Santapan yang dapat membangkitkan jiwanya untuk memeperkokoh tali persaudaraan dengan pemeluk agama yang diajarkannya dipelbagi tempat. Dan yang dapat menyalakan api kesemangatan dan obor keantusiasan terhadap agama yang dipeluknya.
Kenyataan telah membuktikan bahwa ”bumi suci” dan tugu-tugu peringatan yang ada padanya, tanda-tanda kebesaran haji, kekuatan jemaah, dan kekuatan pikiran, serta perilaku yang ada padanya, semua itu jelas memberi pengaruh sangat positif, dalam lubuk hati seorang muslim. Sehingga dia kembali dari perjalanannya dalam keadaan yang lebih bersih sanubarinya, dan lebih suci perilakunya, disamping juga lebih kuat semangatnya terhadap segala kebajikan dan lebih kokoh benteng pertahanannya menghadapi segala tipu daya kejahatan setan yang menyesatkan.
Santapan rohani akbar ini akan mampu merubah keadaan jiwa seorang muslim secara total dalam kehidupan keseharian. Bahkan akan mampu membentuk etika baru dalam dirinya dan dapat mengembalikan jiwa seseorang seperti keadaanya sewaktu dia dilahirkan dari kandungan ibunya.
Rasulullah SAW telah bersabda :
من حج البيت فلم يرفث ولم يفسق رجع من ذنوبه كيوم ولدته امه
”Barang siapa mngerjakan haji, lalu tidak berkata keji, dan tidak berbuat fasik, maka ia kembali ketanah airnya dalam keadaan bersih dari segala. Seperti ketika ia lahir kandungan ibunya.” (HR. Bukhori, Ahmad, dan Nasai)
Selanjutnya ibadah haji merupakan latihan praktis bagi seorang muslim untuk merealisasikan prinsip-prinsip insaniyah yang luhur, yang dibawa oleh Islam. Sebagaimana telah dimaklumi bersama, bahwa Islam menghendaki agar prinsip-prinsip dan nilai-nilai sosial kemasyarakatannya, tidak hanya menjadi sekedar perlambang atau seruan-seruan saja tanpa realisasi. Itulah sebabnya dalam ibadah haji dapat dilihat makna persatuan, persamaan dan perdamaian.
Pada zaman jahiliyyah orang-orang arab menjadikan musim haji sebagai arena ”tafakkur” (persaingan) dan saling membanggakan kekuatan dan nenek moyangnya. Karena itu pada suatu kesempatan , dihari-hari tasyrik... Rasulullah SAW berdiri berpidato dihadapan khalayak ramai dan memproklamirkan kepada mereka perihal prinsip-prinsip Islam yang bersifat Internasional
اَيُّهَا النَّاسُ اِنَّ رَبَّكُمْ وَاِحِدٌ وَاِنَّ اَبَاكُمْ وَاحِدٌ. اَلاَ لاَفَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى اَعْجَمِيٍّ وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِِيٍّ وَلاَ ِلأَحْمَرَ عَلَى اَسْوَدَ وَلاَ ِلأَسْوَدَ عَلَى اَحْمَرَ اِلاَّ بِالتَّقْوَى
”Hai manusia ketahuilah tuhanmu itu satu. Bapakmu juga satu. Ingatlah tiada kelebihan bagi bangsa arab atas bangsa asing dan sebaliknya. Dan tiada pula kelebihan bagi yang berkulit merah atas yang berkulit hitam, dan demikian pula sebaliknya. Kecuali diukur dengan kualitas ketakwaannya.”
Memang dari dalam ibadah haji dapat dilihat makna persatuan dengan jelas, sejelas matahari disiang bolong. Persatuan dalam perasaan, perbuatan dan ucapan. Tiada sistem perbedaaan daerah atau suku. Tiada pula sistem fanatik golongan, warna kulit atau kasta. Mereka semua adalah MUSLIMUN. Kepada satu Tuhan mereka menyembah, disekeliling rumah suci (Ka’bah) mereka berkeliling, dengan satu kitab suci (Alqur-an) mereka berpegang teguh dan membaca, kepada satu utusan (Nabi Muhammad SAW) mereka mengikuti. Dan terhadap amaliyah tunggal mereka menunaikan. Adakah persatuan yang lebih dalam lagi daripada nilai yang terkandung dalam ibadah haji itu?
Diantara prinsip luhur yang dikumandangkan Islam adalah ASSALAM (perdamaian). Haji merupakan metode praktis untuk melatih seorang muslim tentang perdamaian. Sebab tidak diragukan lagi bahwa ibadah haji adalah suatu perjalanan damai menuju ketempat yang damai dan dilaksanakan dalam waktu yang damai dan di tempat yang menjanjikan kedamaian pula.
Tanah suci tempat dimana ibadah haji dilaksanakan, sungguh merupakan daerah aman yang tiada bandingnya. Meliputi burung di udara, binatang di daratan, dan segala tumbuhan di permukaan bumi. Di daerah ini tidak boleh ditangkap hewannya. Tidak boleh diganggu burung –burungnya. Bahkan tidak pula dipotong pohon dan rumput-rumputnya. Ditambah lagi bahwa sebagian besar amaliyah haji yang dilakukan berada dalam bulan Dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah. Dua bulan ini termasuk dalam kategori ”AS SYAHRUL HURUM” yang telah dijadikan Allah sebagai masa perdamaian. Masa dimana pedang harus dimasukkan ke dalam sarungnya. Darah ditahan, tidak dialirkan. Dan pertempuran harus dihentikan.
Allah Azza Wa Jalla telah berfirman :
جَعَلَ اللّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَاماً لِّلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلاَئِدَ ذَلِكَ لِتَعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَأَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
” Allah telah menjadikan Ka`bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Q.S. Al Maidah : 97.
Seorang muslim dikala sedang berikhram haji, jelas ia sedang berada dalam naungan perdamaian yang hakiki. Damai dengan orang lain di sekelilingnya dan makhluk-makhluk lain di sekitarnya. Dia dilarang memotong tumbuh-tumbuhan atau menegor pohon-pohonan. Dilarang pula menyembelih binatang, hasil tangkapan orang lain atau tangkapan sendiri, baik di tempat ihram, atau di luarnya. Bahkan lebih dari itu, seorang muslim yang sedang ihram, dilarang pula menyukur rambut atau menggunting kukunya sendiri, sebelum ia bertahalul.
Bayangkan! Pernahkah dunia ini menyaksikan praktek perdamaian seperti yang diciptakan oleh Islam dalam ibadah haji? ”rihlatussalam, ila ardlissalam, fi zamanissalam.” (Perjalanan damai ke tanah damai, dan pada waktu yang damai pula).
Sungguh konferensi alam Islami ini memiliki banyak makna, hikmah dan isyarat. Antara lain dapat membangkitkan cita-cita luhur dalam jiwa seorang muslim. Menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan ya’s (putus asa). Menyalakan kesemangatan. Dapat menajamkan azam. Dapat menciptakan keabadian iman. Dan dapat pula membangkitkan kembali kemauan yang sebelumnya telah pudar. Ingatlah! Srigala itu mangsanya adalah kambing yang melarikan diri dari rekan-rekannya. Maka syetanpun mangsanya adalah orang yang melarikan dari jama’ah Ittihadul Muslimin
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada tahun-tahun silam, ada seorang misionaris kristen yang memiliki kepedulian terhadap kemurnian ajaran Islam, yang menulis berdasarkan pengamatannya, mengenai sejauh mana pengaruh kristenisasi di negara-negara Islam. Dia menulis antara lain sebagai berikut : ”Islam akan menjadi batu raksasa, yang akan menumbangkan kapal-kapal kristenisasi, selama agama ini masih memiliki empat tiang. Yaitu Al Qur’an .... Jami’ Al Asyhar...... Kumpulan Mingguan (shalat jum’ah)....... dan konferensi tahunan ini (haji).”
Empat tiang ini akan tetap abadi dengan izin Allah SWT. selama masih ada manusia diatas permukaan bumi yang masih istiqamah terhadap empat hal di atas. Berkaitan dengan ibadah haji maka perlu untuk dikeetahui hikmah ibadah haji, karena orang yang mengerjakan ibadah apapun – termasuk di dalamnya ibadah haji – tentu mengharapkan semua amalannya tidak sia-sia, ”jangan jauh-jauh panjang gagang”, biaya yang dikeluarkan besar, keluarga ditinggalkan, kewajiban mencari nafkah pun diabaikan, tapi ibadah haji tidak mendapatkan apa-apa. Ini namanya rugi dunia dan akhirat.

C. MAKNA SIMBOLIK IBADAH HAJI
1. Bila dicermati, ternyata ibadah haji itu penuh dengan makna simbolik dan mengandung arti bahwa manusia harus bersih lahir batin dan berserah diri kepada Rabbul ‘Alamin, antara lain ketika ihram di Miqat, mereka sengaja (niat) beribadah haji dan mengganti pakaian biasa dengan pakaian khusus ihram. Dalam hal ini – di samping sebagai tuntutan kewajiban syar’i – ternyata tersimpan makna yang dalam, bahwa manusia baik yang berangkat haji maupun yang ditinggalkan, jika akan menghadap Allah SWT. harus segera mengganti pakaian yang kotor dengan pakaian yang bersih, pakaian maksiat segera diganti dengan pakaian taat.
2. Ketika mengganti pakaian ihram, tidak dilakukan di alam terbuka dan harus di tempat tersembunyi agar tidak terlihat aurat. Artinya, manusia pun tidak lepas dari tuntutan moral bahwa segala amal kebajikan itu harus dilakukan dengan cara tersembunyi, tertutup dari sikap riya’, tidak ingin mendapat pujian dari manusia. Sifat munafik dan lain-lain diganti dengan keikhlasan dan kejujuran, keburukan diganti dengan kebaikan.
Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya :
..... إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“… sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Q.S. Huud : 114)
3. Ketika thawaf, mengelilingi Ka’bah, atau ketika sa’i, lari-lari kecil dari Shafa ke Marwa, mengandung arti bahwa manusia tidak sungkan (dinamis) mencari dan mengharapkan rahmat Allah. Berlari memburu rida-Nya karena punya rasa takut akan siksa-Nya. Makna simbolik lainnya dari thawaf adalah bahwa sebagai muslim harus mempunyai komitmen untuk tetap menegakkan, memelihara dan menyempurnakan shalatnya
Gerakan thawaf bertentangan dengan arah jarum jam itu mempunyai arti bahwa manusia menjalani hidup dan kehidupan harus memili kesadaran bahwa semakin tua usianya sesungguhnya semakin dekat dengan batas akhir kehidupannya. Oleh karena itu manusia harus selalu berusaha untuk istiqamah dalam beribadah kepada Allah karena ajal bisa datang dengan tiba-tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya.
4. Ketika wukuf di Arafah, berarti manusia harus ma’rifah akan kebesaran Allah, melihat dunia yang amat luas lengkap dengan segala isinya. Betapa manusia tampak hina, lemah, dan tiada berdaya di hadapan Allah Yang Maha Agung. mereka memandang kemah-kemah yang bermunculan bagaikan perumahan baru, dihuni oleh manusia dari berbagai bangsa. Di situ tiada perbedaan antara manusia yang satu dengan lainnya.
Manusia dari berbagai penjuru dunia berkumpul di situ, tiada permusuhan, tiada pertengkaran, dan tiada dendam. Yang ada hanya kedamaian dan persaudaraan. Manusia dipertahankan untuk bersatu dan berpegang pada tali Allah, dan dilarang bercerai-berai.
Sebagaimana firman Allah SWT :
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai …” (Q.S. Ali Imran : 103)
Ketika para jama’ah haji sedang wukuf di Padang Arafah, mereka dibanggakan oleh Allah di hadapan para malaikat seraya Allah menyatakan: ”Kalian aku jadikan saksi bahwa hari ini Aku berkenan mengampuni dosa-dosa mereka walaupun mereka datang membawa dosa sebanyak bintang di langit dan pasir di pantai”
5. Ketika melempar jumrah, berarti kaum Muslimin diwajibkan melempar segala bentuk perbuatan setan yang tersembunyi, misalnya suka bermusuhan, saling caci, saling hina, dan saling merendahkan. Semua sifat itu harus dilempar (singkirkan).
Melempar jumrah merupakan lambang permusuhan abadi dengan setan laknatullah, dan juga dengan manusia yang di dalam dadanya bersembunyi setan (yang selalu menghalang-halangi gerak langkahnya membela dan menegakkan kebenaran) yang menyabot cahaya Ilahi di muka bumi.
6. Pemotongan rambut melambangkan bahwa manusia harus memotong dan menggunting segala dosanya, menggunting segala sifat yang tidak terpuji seperti riya, sombong, takabur, dan memotong sifat-sifat jelek lainnya.
7. Ketika menyembelih kurban atau dam, artinya manusia harus sanggup berkorban. Ia harus berani menyembelih urat nadi kekikirannya, berani memutuskan sifat tamak, rakus, dan ingin kenyang sendiri. Ia relakan sebagian hartanya untuk menolong mereka yang tidak punya. Ia berikan sebagian rezeki yang dianugerahkan Allah kepadanya kepada fakir dan miskin sebagai rasa syukur kepada-Nya. Ia sedekahkan sebagian kekayaan yang dimilikinya kepada saudara-saudaranya, kepada tetangganya yang hidup serba kekurangan.
8. Usai ibadah haji, manusia kembali ke kampung halamatnnya masing-masing. Kembali dengan pakaian serba putih, dililit sorban, dan ditutupi peci. Bukankah manusia pun harus melilitkan keimanan dan ketakwaan ke dalam dirinya, dan bukankah ia pun harus sanggup menutupi segala keburukan dengan kebaikan dan kemuliaan?

D. KESIMPULAN / PENUTUP
Haji mabrur marupakan satu proses yang memerlukan waktu yang panjang, tidak diperoleh hanya dalam waktu sesaat. Untuk mencapai haji mabrur harus diawali sejak awal mula ada keinginan untuk melaksanakan ibadah haji, kesungguhan dan kehati-hatian ketika ibadah sedang dilaksanakan serta aplikasi setelah jama’ah haji itu telah kembali ke kampung halamannya. Oleh karena itu setiap jama’ah haji harus memiliki kiat-kiat untuk melestarikan haji mabrurnya dengan cara yang telah diajarkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Nabi Agung Muhammad SAW. Untuk mengetahui dengan jelas bagaimana cara melestarikan haji mabrur?, silahkan tunggu paparan berikutnya pada tulisan berikutnya pada alamat yang sama.

Sleman, 29 Ramadhan 1431 H. / 8 September 2010 M.
H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

Selasa, 07 September 2010

Naskah Khutbah Shalat Idul Fitri 1431 H.


DENGAN SEMANGAT KETAQWAAN, KITA TINGKATKAN SOLIDARITAS SOSIAL DEMI TERWUJUDNYA KEADILAN DAN KEMAKMURAN YANG MERATA
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ , الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَعَلَ الْعِيْدَ ضِيَافَةً وَكَرَامَةً لِلصَّائِمِيْنَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , اَلْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ, وَأَشْهَدُ أََنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنُ, أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى الْمُتَّبَعِ فِى الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ, صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ, وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ بَدَّلُوْا نُفُوْسَهُمْ بِعِزَّةِ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ , أَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ , أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَا اللهِ فَاتَّقُوا الله يَا أُولِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ . قَالَ الله تَعَالَى :
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً
اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ
Jama’ah ied Rahimakumullah........
Pada hari yang penuh barakah, keakraban dan kebahagiaan ini, marilah kita memanjatkan puji dan syukur kepada Allah swt., yang telah menetapkan kita sebagai muslim dan menjadikan hari ini sebagai hari silaturrahim massal antara sesama muslim, guna memperbaharui semangat dan tekad kita dalam rangka peningkatan pengabdian terhadap Allah swt., serta lebih mengokohkan tali persaudaraan dan ukhuwah. Ini merupakan hal penting bagi kita guna menghadapi tugas-tugas hidup selanjutnya, dalam rangka meneruskan pembangunan kehidupan yang lebih baik, lebih maju dan lebih tertib di negeri tercinta ini. Firman Allah swt. dalam surah Hud ayat 61:
هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ
“ Dialah Allah yang telah menciptakan kalian dari bumi dan menuntut kalian agar memakmurkan bumi ini. “
Kita berkumpul di tempat ini guna merayakan hari kemenangan kita, kemenangan jihad mengendalikan hawa nafsu yang sering mengganggu dan merusak jiwa.
Memerangi hawa nafsu bukanlah pekerjaan yang ringan bahkan merupakan tugas yang berat, sebagaimana dinyatakan Rasulullah ketika baru kembali dari perang Hunain yang dahsyat itu :
رَجَعْنَا مِنْ جِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى جِهَادِ اْلأَكْبَرِ
“ Sekarang kita pulang dari peperangan yang kecil menuju peperangan yang besar.“ Para sahabat bertanya : “ Apakah setelah ini akan ada peperangan yang lebih besar Ya Rasul.“Rasulullah menjawab: “ Ya “, “ Jihad memerangi hawa nafsu.“
اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ
Jama’ah ied Rahimakumullah........
Sejarah telah membuktikan bahwa jatuhnya suatu bangsa dan negara berpangkal pada ketidak-mampuan warganya dalam mengendali-kan hawa nafsunya, baik penguasa maupun rakyatnya. Allah swt. mengingatkan dalam Alqur-an:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيراً
“ Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang kaya di negeri itu ( agar taat kepada Allah ), tetapi mereka melakukan ke-durhakaan di negeri itu, maka sudah sepantas-nya berlaku ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS, Al-Isra: 16)
Umat Islam sebagai umat yang beriman telah terpanggil oleh seruan Allah Yang Maha Agung dalam firman-Nya yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“ Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa sebagaimana puasa itu telah diwajibkan (pula) kepada umat terdahulu, agar kamu bertaqwa.” ( QS, Al-Baqarah: 183 )
Seruan yang amat simpatik dan penuh kasih itu telah menyentuh qalbu setiap mukmin, menggugah kesadaran insan beriman untuk menyambutnya dengan penuh keyakinan serta keikhlasan. Apapun perintah yang datang dari Allah pasti akan membawa kebaikan dan keberkahan.
Kita tinggalkan makan dan minum di siang hari bulan ramadhan bukan karena tidak ada yang dimakan dan diminum, melainkan karena keyakinan dan ketaatan kepada Allah swt. Kita hidupkan malam harinya dengan shalat malam, tadarus Alqur-an, i’tikaf dan lain-lainnya, untuk lebih mendekatkan diri serta memantapkan iman dan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Berzakat, infaq dan shadaqah guna memupuk rasa solidaritas dan kebersamaan serta ukhuwah antar sesama muslim
اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ
Jama’ah ied Rahimakumullah........
Bila kita tafakuri dengan seksama, keutamaan bulan suci ramadhan merupakan pencerminan dari lima macam ajaran Islam yang telah di-laksanakan oleh umat Islam, yaitu :
Pertama : Rukuk dan sujud adalah menifestasi dari pengakuan insan akan nilai ketuhanan Yang Maha Esa. Meletakkan dahi sejajar dengan kaki di atas tanah yang sehari-harinya dipijak oleh seluruh makhluk, merupakan pengakuan akan ke-Agung-an Allah serta kekuasaan-Nya. Sadar atas kerendahan serta kelemahan dirinya, bahwa tiada daya dan upaya serta kekuatan apapun kecuali hanya dengan kodrat dan iradat Allah swt semata.
Kedua : Berpuasa adalah pencerminan dari ajaran Islam mengenai pentingnya nilai peri kamanusiaan yang adil dan beradab, supaya jiwanya halus, mampu merasakan penderitaan saudaranya yang lain, kemudian timbul keinginan untuk menolong
وَالله فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ
“ Allah akan tetap menolong hamba-Nya, selama hamba itu menolong saudaranya.”
Ketiga : Berjama’ah dan berkumpul seperti saat ini adalah pengejawantahan dari nilai - nilai kebersamaan dan persatuan. Kita berkumpul saat ini bukan karena ikatan materi, melainkan karena ikatan Ilahiyyah dan ukhuwah, guna melaksana-kan salah satu firman Allah yang berbunyi:
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَتَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَاناً
“ Berpegang teguhlah kalian semua kepada agama Allah dan jangan bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian, ketika (dahulu) kalian saling bermusuhan, kemudian (Allah) meneduhkan hati kalian, maka jadilah kalian bersaudara karena nikmat-Nya.”
اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ
Jama’ah ied Rahimakumullah........
Keempat : Saling mengunjungi dan bermaaf-maafan di antara sesama kita, dimulai antara suami istri, sanak saudara, tetangga dan handai taulan, adalah suatu tradisi yang bersumber dari ajaran Allah dan Rasul-Nya, yang mewujudkan rasa kasih sayang sebagai landasan kerakyatan, sebagaimana firman Allah swt.
وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
“ Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, yang dengan (mempergunakan asma-Nya) kamu saling membutuhkan satu sama lain, dan ( peliharalah ) silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu men-jaga dan mengawasi kamu.” (QS, An-Nisa: 1)
Dari silaturrahim itulah kemudian dihasilkan musyawarah. Yang pada kenyataannya tidak sedikit masalah besar dapat diselesaikan melalui musyawarah dan bertukar fikiran
Kelima : Bersedekah, berinfaq dan berzakat atau zakat fitrah adalah salah satu ajaran Islam yang mengandung nilai keadilan sosial, meratakan rizki pemberian Allah kepada seluruh umat manusia, terutama untuk menunjukkan adanya rasa peduli terhadap penderitaan dan kesulitan orang lain yang selalu hidup dalam kekurangan dan kesengsaraan, sebagaimana firman-Nya
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) ber-laku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran serta permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS, An-Nahl: 90)
Keadilan sosial yang merupakan hak setiap insan bagaikan patri atau perekat persatuan dan kesatuan bangsa yang menjadi syarat ketahanan nasional
اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ
Jama’ah ied Rahimakumullah........
Lima macam sikap hidup tadi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila, yang menjadi falsafah hidup negara kita, yang dapat menjadi pendorong ke arah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, yang mendapat ridha dan ampunan Allah swt.
اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ اَلله أَكْبَرُ وَ لِلِّهِ الْحَمْدُ
Untuk melaksanakan tugas pembangunan dengan baik sangat diperlukan keahlian baik teori maupun teknis di bidangnya. Sedangkan untuk mengarahkan agar pembangunan ini sampai kepada sasarannya diperlukan sikap mental yang kuat, jujur dan bertanggung jawab. Oleh karena itu bekal mental dan ilmu pengetahuan merupakan hal sangat penting. Firman Allah swt.
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
“ Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan mem-binasakan negeri secara zhalim, sedangkan penduduknya orang-orang yang suka melakukan kebaikan.” ( QS, Hud: 117 )
Kita berharap dengan hikmah dan semangat yang kita peroleh dari ibadah shaum tahun ini, akan mempertebal keyakinan dan idealisme kita dalam perjuangan selanjutnya. Shaum termasuk jihad akbar sebab pelaksanaan shaum merupakan perang menundukkan hawa nafsu. Nafsu sebagai karunia Allah swt. yang amat berharga , harus dikendalikan kemudian diarahkan pada hal–hal yang berguna bagi sesama.
Jama’ah ied Rahimakumullah........
Membangun bangsa dan negarapun termasuk jihad akbar, sebab selain ia memerlukan keahlian dan kemampuan, juga membutuhkan ketahanan mental. Dengan kata lain pembangunan itu memerlukan otak, tenaga dan moral.
Selanjutnya, kita tingkatkan rasa kebersamaan, guna memupuk semangat persaudaraan dan persatuan diantara kita, memperbaharui tekad dan semangat pengabdian kepada Allah swt. bagi kepentingan manusia itu sendiri. Kita teruskan segala amalan yang kita laksanakan di bulan ramadhan ini pada bulan-bulan berikutnya
Dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya , kira harus berjuang bersama-sama memerangi kemiskinan, kebodohan, kemerosotan akhlak serta meningkatkan rasa takut dan taat kepada kepada Allah. Kita siapkan mental sekuat mungkin agar kita tetap istiqamah dan tahan uji serta tabah menghadapi segala ujian dan cobaan kehidupan ini
Pada akhirnya marilah kita bersama-sama memohon bimbingan dan petunjuknya agar semua dapat melaksanakan amanah yang telah diamanatkan oleh Allah kepada kita sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang yang kembali bersih dari segala noda dan dosa serta mendapat jaminan kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Amin yang Rabbal ‘alamin
ان الله وملائكته يصلون على النبي ياايهاالذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما
اللهم صل و سلم وبارك على سيدنا محمد ....... الى اخر الدعاء

MEMAHAMI HAKIKAT MAKNA IDUL FITHRI

Oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

Bulan ramadhan akan segera berlalu, dan akan datang bulan syawal yang diawali dengan pelaksanaan shalat iedil fithri, baik di masjid-masjid maupun di lapangan atau halaman sekolah / instansi yang memungkinkan untuk dilaksanakan shalat di dalamnya. Gemanya sudah bergaung jauh sebelum iedul fithri itu datang dan suasananya akan bertahan lama sampai beberapa hari dihiasi wajah-wajah gembira setiap orang mulai dari anak-anak sampai dengan yang berusia lanjut.
Ungkapan yang sudah rutin di dengar antara lain : “MINAL ‘A_IDIN WAL FA_IZIN”, ”TAQABBALALLAHU MINNA WA MINKUM”, “KULLU ‘AAMIN WA ANTUM BI KHAIR”, “SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 Syawal MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN” dan banyak lagi ungkapan kegembiraan yang terdengar. Memang ujung daripada Ramadhan adalah IDUL FITHRI.
Idul Fithri mempunyai banyak arti; salah satu diantaranya yang berkembang di masyarakat sampai saat ini adalah HARI RAYA FITHRAH yang diidentikkan dengan saling maaf memaafkan diantara sesame. Memang pengertian tersebut tidak salah tetapi tidak seluruhnya benar atau tepatnya BELUM LENGKAP, karena ada arti lain yang lebih mengarah kepada makna yang sebenarnya.
Idul Fithri adalah berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata yakni ‘ID yang artinya KEMBALI, dan FITHRI yang artinya KEJADIAN, sehingga ‘IDUL FITHRI mempunyai arti KEMBALI KEPADA ASAL MULA KEJADIAN, maksudnya kembali kepada asal mula kejadian manusia saat diciptakan oleh Allah SWT. Dengan demikian maka diharapkan bahwa orang yang sudah menjalankan ibadah puasa dan seluruh rangkaian ibadah lain yang mengiringinya akan kembali kepada asal kejadiannya.sesuai dengan konsep Allah dalam penciptaan manusia.
FITHRAH adalah POTENSI ALAMIAH yang merupakan karunia Allah Yang Maha Sempurna yang telah dianungerahkan kepada seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan sejak manusia masih berupa janin, dan potensi alamiah ini berkembang seirama dengan pertumbuhan jasmani manusia itu sendiri, dan perkembangannya (baik dan buruknya) juga dipengaruhi sikap dan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-harinya.
Sabda Rasulullah SAW.:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ (رواه البخارى)
“Tidak ada seorang manusiapun dilahirkan melainkan (dia) dilahirkan atas fithrahnya, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan(diri)nya yahudi, atau nashrani, ataukah menjadi majusi” ~ (H.R. Bukhari)
Fitrah atau potensi alamiah yang dikaruniakan Allah kepada manusia adalah sebagai berikut :
1. Fithrah sebagai MAKHLUK BERAGAMA yang memilIki nilai-nilai ketaatan kepada Sang Penciptanya yakni Allah SWT. atau disebut juga dengan FITHRAH KEAGAMAAN
Ketika manusia diciptakan berupa janin dan telah sempurna Allah menciptakan jantung dan pembuluh-pembuluh darah ke semua bagian calon organ tubuh yang lain, ditiupkanlah ruh ke dalam janin tersebut oleh Allah SWT. Setelah itu diikatlah perjanjian antara makhluk-Nya (janin) itu dengan Sang Khalik yakni Allah SWT. sebagimana firman Allah yang berbunyi: :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS. Al-A’raf: 172)
Prof. DR. CG. Young (Ahli Ilmu Jiwa Dalam) menyebut Fitrah Kegamaan ini dengan istilah NATURALITER RELIGIOSA karena fitrah ini telah dibawa oleh manusia semenjak di lahir dan diberikan oleh alam sebagai bagian dari karunia Tuhan Pencipta alam semesta.
Pada perkembangan perjalanan hidupnya, kemudian manusia lupa pada perjanjian yang pernah diikat dengan Allah. Untuk mengingatkan manusia itulah maka Allah mengutus Rasul-Rasul ke muka bumi ini dan menetapkan ajaran syari’at yang harus dilaksanakan dengan berpedoman kepada kitab suci yang menyertai diutusnya Rasul-Rasul tersebut.

2. Fithrah sebagai MAKHLUK YANG SUCI yang sejak awal dilahirkan ke dunia fana ini dalam keadaan suci tanpa membawa dosa warisan dari kedua orang tuanya maupun nenek moyangnya. Fithrah ini menjadi kotor karena pemilikinya (manusia) melakukan perbuatan-perbuatan salah dan dosa.
Menurut ajaran Islam, seorang hamba Allah baru dinyatakan berdosa jika ia melakukan perbuatan dosa apabila ia telah akil baligh atau mukallaf, jika belum mukallaf maka apa yang dia lakukan belum diperhitungkan oleh Allah, sebagaimana sabda Rasul;ullah SAW. yang berbunyi:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ, عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ (رواه ابو داود وابن ماجه)
“Diangkankan kalam (tidak dicatat sebagai suatu kesalahan/pelanggaran terhadap hukumj agama) dari tiga golongan, yakni: dari anak-anak sehingga dia baligh; dari orang yang tidur sehingga bangun (dari tidurnya); dan dari orang gila sehingga ia sembuh (dari gilanya) ~ (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Inti pokok semua ajaran Islam adalah dalam rangka mengembalikan manusia kepada kesuciannya melalui HIKMAH di balik ibadah itu.
3. Fithrah sebagai makhluk BER-SUSILA yang memiliki nilai-nilai etika dan moral yang akan menempatkan manusia pada posisi lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk yang lain dan membedakan dirinya dengan binatang. Setiap tingkah laku manusia mempunyai nilai, karena itulah maka seharusnyalah stiap perbuatan manusia harus selaras dengan fithrah yang dimilikinya.
Missi utama Rasulullah di utus ke muka bumi adalah dalam rangka menempatkan manusia pada posisi yang sebenarnya yakni sebagai manusia yang beradab dan berakhlak serta berbudi pekerti yang luhur, sebagaimana sabdanya yang berbunyi :
اِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمَّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ (رواه البخارى)
“Hanya sanya aku diutus (ke muka bumi ini) adalah untuk menyempurnakan akhlak (budi pekerti) manusia” (H.R. Bukhari)
Penghayatan terhadap inti ajaran agama yang diturunkan oleh Allah akan dapat menjadi pengendali agar manusia dapat menempatkan dirinya secara tepat menurut tatanan kehidupan yang sehat dan beradap yang berpegang pada norma-norma susila yang berlaku di masyarakat yang merupakan bagian dari pada ajaran akhlak yang mulia
4. Fitrah sebagai makhluk BER-MARTABAT TINGGI, yang memiliki nilai-nilai keunggulan dibanding dengan makhluk ciptakan Allah yang lain bahkan malaikat sekalipun. Keunggulan manusia (tetapi kadang justru menjadi kelemahannya) karena memiliki nilai-nilai INTELEKTUAL, SENI dan BUDAYA. Dengan memadukan tiga hal tersebut maka manusia dapat membudidayakan alam semesta ini dengan baik dan memanfaatkannya untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia, bahkan tidak sedikit yang menjadi jembatan menuju tercapainya kebahagiaan dan kesempurnaan hidup di akkhirat.
Keunggulan yang lain yang dimiliki manusia adalah bahwa Allah tetalh menetapkan manusia sebagai :
• Makhluk yang terbaik, karena Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk tubuh yang terbaik dan memiliki nilai-nilai ruhaniyah yang paling lengkap dibanding dengan makhluk-makhluk lainnya, sebagaimana firman-Nya:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia itu dalam bentuk yang sebaik-sebaiknya” ~ (QS. At-Tin: 4)
• Disamping sebagai makhluk-Nya yang terbaik, manusia juga telah ditetapkan oleh Allah sebagai makhluk-Nya yang paling mulia. Kemuliaan itu dapat dilihat dari karunia Allah yang diberikan kepada manusia berupa kemampuan empiris dan penalarannya, sehingga manusia dapat dapat memanfaat isi alam ini dengan sebaik-baiknya dan dapat memadukan antara kemampuan intelektual, kemampuan seni dan keaneka ragaman budaya yang berkembang dari masa ke masa.
Firman Allah SWT.:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak keturunan Adam dan Kami beri mereka kendaraan (baik) di darat maupun lautan serta Kami anugerahi mareka rezeki yang baik-baik, dan sungguh (telah) Kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” ` (QS. Al-Isra: 70)
• Manusia juga merupakan makhluk-Nya yang paling disayang, hal ini dapat dibuktikan dengan hamparan karunia Allah yang terbentang luas di bumi dan apa yang ada di langit, kesemuanya diperuntukkan untuk manusia sebagai bukti kasih sayang Allah kepadanya.
Firman Allah SWT.:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُّنِيرٍ
“Apakah tidak kamu perhatikan, bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu, dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin. Tetapi di antara manusia ada yang membantah tentang (ke-saan) Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. ~ (QS. Luqman: 20)
Ketika manusia mengingkari keunggulannya dan cendrung melakukan kedurhakaan kepada Allah dan melakukan banyak dosa, maka Allah menjadikan manusia itu justru lebih hina dari makhluk yang paling hina sekalipun.
Diutusnya Rasul dan ditetapkannya syari’at bagi umat manusia sesungguhnya dalam rangka mengingatkan manusia agar tidak lupa diri dan selalu taat kepada ketentuannya dan dapat mensyukuri kedudukannya sebagai makhluk yang memiliki martabat yang tinggi.
5. Fitrah sebagai makhluk SOSIAL, yang memiliki ketergantungan antara yang satu dengan lainnya dan tidak dapat mencapai kesempurnaan hidup tanpa keterlibatan pihak lain sesuai dengan ketentuan-Nya
Asal mulanya manusia berasal dari diri yang satu kemudian Allah menciptakan pasangan lalu dari sepasang manusia itulah atas idzinya kemudian manusia berkembang biak dan menyebar ke seluruh belahan bumi.
Firman Allah SWT.:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
“Wahaii manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) telah menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (periharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu” ~ (QS.An-Nisa: 1)
Dari kandungan ayat tersebut dapat diambil pemahaman lainnya, bahwa manusia harus hidup bermasyarakat yang didasari kasih sayang karena Allah. Bentuk kasih sayang diwujudkan dengan semangat tolong menolong dan kegotongroyongan, hidup dalam suasana yang harmonis, jauh dari perselisihan dan pertengkaran. Manusia hidup di tengah-tengah masyarakatnya harus ada interaksi yang sehat dan berkualitas, sehingga dapat mancapai keswempurnaan secara bersama-sama.
Ramadhan akan berlalu dan akan segera meninggalkan semuanya dalam kenangan. Adakah sisa-sisa pembinaan spiritual selama ramadhan berbekas pada diri ini?.
Sesungguhnya, seluruh kegiatan di bulan ramadhan mulai dari ibadah puasa yang dilaksanakan selama satu bulan penuh, shalat tarawih berjama’ah di masjid, tadarus Al-Qur’an, Kajian ke-Islaman, pembinaan seni budaya Islami, pembianaan kreatifitas anak, Festifal Anak Shaleh, pembayaran zakat, infaq dan shadaqah sampai dengan takbir keliling serta pelaksanaan shalat sesungguhnya dalam rangka menggiring manusia agar memperoleh kembali FITHRAH-nya sebagaimana dia mendapatkan pertama kalinya dari Allah SWT. sebagai karunia karena kasih sayang dan cinta-Nya yang luas kepada hamba-hamba-Nya.
Saudara-saudaraku, tulisan sengaja dibuat untuk menjadi bahan renungan bersama, apakah kita telah betul-betul kembali kepada fithrah kita secara utuh? telah kembali kepada asal mula kejadian kita?
Sebagai penutup marilah kita perhatikan firman Allah berikut ini:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٣٠﴾
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai) fithrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu (agama tauhid). Tidak ada perbedaan perbedaan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” ~ (QS. Ar-Rum: 30)
Dengan mentaati Allah dan menjalankan apa yang menjadi kewajiban kepada-Nya serta berpedoman kepada Kitab suci Alqur-an, maka jalan menuju tercapainya keinginan kembali ke fithrah yang akan menghantarkan menuju tercapainya KETAQWAAN sebagaimana tujuan puasa, niscaya akan dapat diujudkan. Dengan mentaati Allah dan perpedoman kepada Kitab Suci Alqur-an dan mengikuti jejak langkah Rasulullah SAW. akan menyebabkan diri ini dekat dengan-Nya dan pada saatnya nanti Allah akan membimbing fithrah-fithrah manusia itu ke arah tujuannya masing-masing, sebagaimana firman-Nya:
يَهْدِي بِهِ اللّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُم مِّنِ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ﴿١٦﴾
“Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari (alam yang) gelap gulita menuju cahaya (yang terang benderang) dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus” ~ (QS. Al-Ma’idah: 16)

Sebagai ungkapan penutup perkenankan saya mengucapkan “MINAL ‘A_IDIN WAL FA_IZIN”, ”TAQABBALALLAHU MINNA WA MINKUM”, “KULLU ‘AAMIN WA ANTUM BI KHAIR”, “SELAMAT IDUL FITRI 1 Syawal 1431 H. MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN”