Paduan Suara Mars DBKS

Paduan Suara Mars DBKS Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok sedang menyayikan Mars DBKS dalam acara evaluasi lomba DBKS Tingkat Kabupaten Sleman.

Tamu Undangan Muspika Depok

Tamu undangan dari unsur Muspika kecamatan Depok sedang menghadiri acara evaluasi loma DBKS Desa Maguwoharjo tingkat kabupaten Sleman

Bimbingan Manasik Haji

H. Muhammad Chaeruddin sedang memberikan penjelasan dan materi dalam rangka manasik haji kecamatan Depok kabupaten Sleman

Praktik Manasik Haji

Para jamaah calon haji kecamatan Depok sedang melaksanakan praktik manasik haji untuk menyempurnakan materi yang diterima secara teoretis

Administrasi Manasik Haji

Untuk mewujudkan pelaksanaan bimbingan manasik haji di Tingkat Kecamatan Depok, harus ditunjang dengan administrasi yang efektif dan efiesien

Rabu, 04 Agustus 2010

Akhlak Terhadap Kedua Orang Tua


Oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud
Berakhlak mulia terhadap kedua orang tua merupakan salah satu perintah Allah yang utama. Berulangkali Allah swt. menjelaskan dalam ayat-ayatNya, demikian pula dalam hadits-hadits Nabi Muhammad saw. selalu ada rangkaian perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dengan perintah bersyukur dan menyembah Allah swt. Salah satu ayat tersebut adalah:
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu bapak,karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisaa: 36)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua ditekankan setelah perintah untuk menyembah Allah swt. Hal ini pantas mengingat perjuangan kedua orang tua adalah perjuangan tanpa kenal lelah dan dilakukan secara sukarela. Kalaupun seseorang harus membalasnya, dia tidak akan mampu untuk mengembalikan apa yang telah diberikan oleh kedua orang tuanya secara utuh. Terutama kepada ibu, seorang anak harus berhati-hati agar tidak melukai perasaannya sebab seorang ibu telah berbuat banyak hal dari sejak sang anak masih di dalam kandungan hingga dewasa, bahkan sampai saat ajal tiba. Perjuangan seorang ibu tidak pernah berakhir demi sang buah hatinya. Yang harus diingat adalah pada saat anak itu dilahirkan, nyawa ibu dipertaruhkan walaupun dengan kondisi tubuh yang berada dalam kesukaran dan kepayahan yang bertumpuk-tumpuk.
Dalam salah satu ayat-Nya Allah berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua oraong tuanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah payah dan menyapihnya dalam masa dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Q.S. Luqman: 14)
Pada saat usia sang anak semakin bertambah dewasa, sejak dari bayi yang baru bisa merangkak, berjalan dan berlari bahkan sampai anak itu beranjak dewasa, kedua orang tua tidak pernah berhenti memberikan kasih sayangnya. Semua dilakukan tanpa merasa lelah dan bosan. Begitulah kiranya jerih payah mereka, khususnya ibu. Demikian pula dengan ayah, tanggung jawab dan pengorbanannya tidak bisa dipandang ringan. Mencari nafkah demi kelangsungan kehidupan anak dan keluarga serta melindungi mereka dari apapun yang mungkin dapat mengganggu. Semua dilakukan tanpa adanya keinginan agar anak dan keluarganya membalas apa yang telah diusahakannya satu demi satu. Melihat semua itu sangatlah terkutuk bagi seorang anak yang tega berbuat durhaka kepada keduanya. Bahkan Allah menetapkan dosa besar bagi anak yang berbuat demikian, sementara Rasulullah menyatakan jika orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya tidak akan pernah masuk surga
Sisa waktu yang masih diberikan oleh Allah kepada setiap orang, sebaik mungkin dimanfaatkan untuk menyenangkan kedua orang tua dengan memberikan yang terbaik kepada keduanya. Hal penting yang harus diketahui bahwa keridhaan Allah tergantung juga dengan keridhaan kedua orang tua kita. Karena itu hendaknya setiap orang berhati-hati menjaga hati kedua orang tuanya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Tuhanmu memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu. Jika salah seorang di antaranya atau kedua-duanya telah berusia lanjut dan dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya dengan perkataan “ah” dan jangan pula kamu membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Q.S. Al-Isra’: 23)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada setiap muslim untuk berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya terutama bila mereka telah berusia lanjut. Allah juga melarang seseorang berkata kasar walaupun hanya dengan berkata “ah” apalagi sampai menghardik ataupun memukul mereka, naudzubillahi min dzalik. Hal semacam ini membuat hati kedua orang tua tersakiti dan bersedih.
Berbakti kepada kedua orang tua merupakan sebuah amal yang begitu mulia sehingga yang demikian ini akan dicintai oleh Allah swt. Ada seorang sahabat Rasulullah saw. yakni Abdullah ibnu Mas’ud yang pada waktu itu menanyakan kepada Rasulullah saw. tentang amal perbuatan yang paling dicintai oleh Allah swt., maka Rasulullah pun menjawab:”Menunaikan shalat tepat pada waktunya.” Kemudian sahabat tersebut bertanya tentang amal apalagi yang paling dicintai oleh Allah swt. Beliaupun menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” Dia bertanya lagi, apalagi ya Rasulullah? Beliau menjawab: “Jihad fi sabilillah.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. ia menceritakan kedatangan seorang laki-laki kepada Rasulullah saw. dan berkata: “Aku berbaiat (berjanji) kepada tuan (Rasulullah saw.) untuk ikut berhijrah dan berjihad (berperang melawan kaum kafir) dengan tujuan yang mulia yakni mengharap ridha kepada Allah swt.”, lalu Rasulullah bersabda: “Apakah salah seorang dari orang tua anda ada yang masih hidup?” Orang itu menjawab: “ Ya “.lalu Rasulullah bersabda lsgi: “Jadi tujuanmu ini ingin memperoleh pahala dari Allah swt.?” Orang itu menjawab: “Ya (memang itulah tujuanku).” Beliau lalu bersabda: “Kalau itu yang anda harapkan, maka kembali sajalah kepada kedua orang tua anda dan berbuat baiklah dalam menemani keduanya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dalam hal-hal tertentu, seorang anak memang tidak diperbolehkan untuk menuruti dan berbakti pada perintah kedua orang tuanya, yakni terhadap kemusyrikan dan kemaksiatan. Namun demikian, hal itu janganlah dijadikan alasan untuk tidak mempergaulinya dengan baik dalam persoalan keduniawian. Dalam persoalan ini Allah swt. berfirman:
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya telah memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Luqman: 15)
Memperhatikan keterangan di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya berniat baik kepada kedua orang tua. Sebagai konsekuensi logis dari masalah ini maka orang tua harus dapat membekali anak-anaknya dengan pendidikan yang cukup memadai terutama pendidikan agama. Karena anaklah yang nantinya akan menjadi harapan orang tuanya. Untuk itu setiap orang tua wajib mempersiapkan anak-anaknya dengan bekal agama yang kuat sehingga kelak mereka bisa menjadi anak yang sholeh yang hormat dan menyayangi kedua orang tuanya. Jika suatu saat mereka akan marah kepada kedua orang tuanya, maka mereka akan selalu ingat bahwa Allah melarang memarahi orang tua dan agar bersabar menghadapi keduanya.
Semoga Allah selalu menganugerahkan taufik dan hidayah-Nya kepada hamba-hamba Nya yang beriman sehingga mereka mampu memenuhi kewajiban sebagai anak terhadap kedua orang tuanya dengan sebaik-baiknya sehingga dimasukkan oleh ke dalam golongan hamba-Nya diridhaiNya dan jauh dari murka-Nya. Ingat!!! Jika keridhoan Allah terdapat pada ridha kedua orang tua, maka murka Allah-pun terletak pada murka kedua orang tua pula.

Kedudukan Ilmu Dalam Islam

Oleh: H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Allah yang terakhir, yang diutus membawa Islam untuk mengatur kehidupan manusia hingga akhir zaman. Kesempurnaan Islam yang menjadi patokan hidup manusia itu merupakan kenikmatan yang paling besar bagi umat manusia, sebab dengan jalan melaksanakan ajaran Islam berarti telah menempuh jalan yang lurus ( jalan yang telah diridhoi Allah SWT ).
Allah berfirman dalam surat Al – Maidah ayat 3 :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“ Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat – Ku kepadamu, dan telah Kuridhoi Islam menjadi agamamu “
Ayat tersebut memberikan penjelasan bahwa kenikmatan yang paling sempurna adalah kenikmatan beragama Islam, oleh karena itu manusia harus senantiasa mensyukuri kenikmatan tersebut dengan cara meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT., yang diwujudkan dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan – Nya.
Taqwa yang dapat menimbulkan kesadaran hati adalah menyadari bahwa manusia hidup, mengemban amanah Allah beserta kekhalifahannya. Sebagai khalifah Allah di bumi, manusia ditugasi mengelola, mengatur dan memanfaatkan segala yang ada di bumi ini untuk kepentingan manusia agar kehidupan mereka tentram, maslahat dan sejahtera, berdasarkan hukum dan ketentuan Allah yakni agama Islam. Tegasnya, tugas manusia di dunia ini adalah untuk mengusahakan kebahagiaan hidup di dunia dan sebagai bekal hidup yang layak di akhirat.
Allah berfirman :
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“ Dan carilah kebahagiaan hidup di akhirat pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu lupa kebahagiaan hidupmu di dunia. Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan “ ( QS. Al – Qashash 77 ).
Gambaran ayat di atas adalah, alangkah indahnya ajaran Islam itu, karena memperhatikan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan bathin, tercukupinya materi dan mantapnya kehidupan spiritual yang didasari kasih sayang, serta memelihara hubungan baik dengan sesama hamba Allah. Dengan kata lain Islam diturunkan untuk membawa kesejahteraan lahir dan kebahagiaan bathin, sejak dari alam dunia hingga akhirat nanti.
Setelah mengetahui gambaran tugas hidup manusia di dunia ini, masing – masing individu perlu bertanya pula kepada diri masing – masing. Apakah tugas hidupnya telah dilaksanakan sepenuhnya atau belum ?. Syarat – syarat apakah yang harus dipenuhi ?, dan jalan yang mana yang harus ditempuh untuk mencapainya ?.
Untuk menjawab persoalan ini Rasulullah SAW. telah memberikan solusinya, sebagiamana sabdanya :
مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ اَرَادَ الأَخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ اَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
“ Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka carilah dengan ilmu, dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka carilah dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kedua - duanya, maka carilah dengan ilmu ”.
Ilmu merupakan syarat untuk mencapai tujuan hidup manusia, dan juga sebagi bukti kebesaran Allah yang akan memberikan manfaat luas bagi kehidupan manusia. Harta yang melimpah tidak akan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia kalau tidak disertai ilmu, sebab suatu saat harta tersebut akan habis terkuras karena tidak berkembang dan terkecoh tipu muslihat orang lain karena kebodohannya.
Dalam hal ibadah. Walaupun seseorang rajin beribadah sampai seluruh hidupnya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah, tetapi kalau ibadahnya tidak dilandasi ilmu, maka ibadah tersebut akan sia – sia.
Demikian pula isi alam ini, mulai dari bumi yang terhampar luas beserta isinya, aampai angkasa raya, udara dan lain – lainnya tidak akan bisa dimanfaatkan secara optimal tanpa mempergunakan ilmu.
Orang yang berilmu akan dapat beribadah lebih sempurna bila dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu, sebab orang berilmu akan lebih memahami arti, tujuan dan dasar ibadah yang sesungguhnya. Sementara orang yang beribadah tanpa ilmu, maka ibadahnya hanya ikut – ikutan dan latah semata, karena itu maka ibadahnya tidak akan mencapai kesempurnaan.
Atas dasar itulah, maka orang berilmu memiliki tempat yang terhormat disisi Allah swt., bahkan ditinggikan martabatnya bila dibandingkan dengan orang – orng yang tidak berilmu.
Firman Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
" Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ ( QS. Al – Mujadilah 11 ).
Selain dari pada itu, orang berilmu memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mensejahterakan orang lain dibanding dengan orang yang tidak berilmu. Misalnya, ilmu pertanian, peternakan, kehutanan, teknologi pertanian, pertambangan dan sejenisnya, amat sangat bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat dalam rangka pemanfaatan isi alam ini, sehingga bisa berhasil guna dan berdaya guna. Demikian juga ilmu ekonomi sangat bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengendalian kelangsungan hidup secara layak dan berkelanjutyan , jauh dari kesengsaraan yang disebabkan oleh ketidak mampuan mengendalian perputaran ekonomi secara mikro maupun makro
Selanjutnya Allah berfirman dalam surah At – Tin ayat 4 :
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“ Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya “.
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang sempurna, baik jamani maupun rohaninya, sebab manusia telah dilengkapi dengan akal. Akal merupakan batas perintah antara manusia dengan makhluk lain. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang baik dan buruk, antara hak dan bathil dan lain sebagainya, sehingga dalam menempuh hidupnya manusia dikendalikan oleh akalnya. Sebaliknya binatang dalam perjalanan hidupnya hanya menggunakan naluri atau instinknya bukan menggunakan akal seperti manusia walaupun sama – sama memliki jantung, hati dan otak.
Seandainya ada manusia yang berprilaku hanya menuruti hawa nafsu, tidak mengikuti ketentuan Allah SWT. dengan pertimbangan akal yang sehat, maka derajat manusia itu tak ubahnya laksana bintang, bahkan lebih hina. Sebagaimana firman Allah :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“ Dan sungguh Kami jadikan untuk ( isi neraka jahannam ) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ( ayat – ayat Allah ). Mereka punya mata ( tetapi ) tidak dipergunakan untuk melihat ( tanda – tanda kekuasaan Allah. Mereka punya telinga ( tetapi ) tidak dipergunakan untuk mendengar ( ayat – ayat Allah ). Mereka itu sebagai binatan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang – orang yang lalai “. ( QS. Al - A’raf 179 ).
Akal itu merupakan alat yang sangat penting dalam kahidupan manusia sebagai khalifah Allah, agar amanah yang menjadi tanggung jawabnya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya secara sempurna. Oleh sebab itu, manusia wajib berusaha agar dalam perjalanan hidupnya tidak termasuk golongan orang yang hina dan dihinakan oleh Allah.
Selanjutnya perlu kiranya dicermati firman Allah berikut ini :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
“ Katakanlah : “ Adakah sama, orang – orang yang mengetahuai dengan orang – orang yang tidak mengetahui ?”. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran “ ( QS. Az – Zumar: 9 ).
Tugas manusia selanjutnya adalah mencari ilmu, mengembangkan dan mengamalkannya. Meningkatkan kemampuan berfikir untuk membudidayakan isi alam ini agar memperoleh hasil yang maksimal, terhindar dari berbagai bencana, terbebas dari kesulitan hidup di bawah naungan rahmat, ridha dan ma’unah Allah SWT.
Rabb, anugerahilah kami semua ilmu yang manfaat fiddiini waddun-ya wal aakhirah. Aamiin.

Selasa, 03 Agustus 2010

Penghalang Terkabulnya Do'a

Oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

Do’a merupakan bagian tak terpisahkan dari usaha dan ikhtiyar manusia untuk mencapai tujuan dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Permasalahan do’a tidak bisa dianggap remeh karena ikut menentukan kesuksesan seseorang dalam mencapai tujuan hidupnya. Agar do’a seseorang bisa terkabul dan berhasil guna maka ketika seseorang berdo’a hendaknya memperhatikan beberapa hal yang dapat menentukan apakah do’anya itu terkabul atau tidak. Allah SWT. telah memberikan pedoman bagaimana cara berdo’a yang benar.
Allah SWT berfirman dalam Alqur-an :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu telah berfrman : “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesunguhnya orang-orang yang (angkuh lagi) menyombongkan diri dari menyembah ( berdo’a ) kepada-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Al-Mukmin 60)
Pada ayat yang lain Allah juga berfirman
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu ( Muhammad ) tentang Aku, maka ( jawablah) bahwasanya Aku dekat. ( Karena itu ) Aku senantiasa mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon )kepada-Ku(, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala) perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al-Baqarah 186)
Rasulullah SAW telah bersabda :
أُدْعُوااللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالإِجَابَةِ, وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ لَا يَسْتَجِيْبُوْا دُعَاءَ مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ وَلَاهٍ ( رواه الترمذى واالحاكم عن أبى هريرة )
“Berdo’alah kepada Allah, dan (hendaklah) kamu senantiasa yakin bahwa do’a itu dikabulkan (Allah), dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak mengabulkan do’a orang yang hatinya sepi dari pengharapan lagi mengabaikan (kemurahan) Allah”.
Seorang Ulama besar dari Bashrah Syeikh Ibrahim bin Adham telah mengelompokkan penghalang terkabulnya do’a sebagai berikut :
1. Mengetahui dan meyakini adanya Allah SWT. tetapi tidak memenuhi hak-hak Allah.
2. Sering mempelajari dan membaca Alqur-an, tetapi tidak mengamalkan isinya
3. Mengajak orang lain agar cinta kepada Rasulullah SAW. tetapi enggan melaksanakan sunnahnya
4. Menyatakan diri sebagai musuh syetan tetapi seringkali meniru perbuatan syetan
5. Berdo’a agar terhindar dari siksa api neraka, kenyataan-nya sering melakukan perbuatan yang dapat menjerumuskan dirinya ke jurang neraka
6. Berdo’a agar Allah memasukkannya ke dalam surga tetapi tidak mau melaksanakan amal shaleh
7. Mengetahui dan meyakini bahwa kematian itu pasti datang tetapi tidak mau mempersiapkan diri untuk menyongsong kematian tersebut
8. Senang mengurusi aib dan kekurangan orang lain tetapi tidak mau menilai aib dan kekurangan diri
9. Selalu menerima dan menikmati karunia dari Allah tetapi tidak bersyukur kepada-Nya
10. Sering ikut mengantar dan menguburkan janazah tetapi tidak mau mengambil i’tibar dari padanya
Dengan demikian, jika berdo’a kepada Allah hendaknya selalu mengingat dan mempersiapkan diri mengisi hidup ini dengan amal shalih. Mengingat segala dosa yang telah dilakukannya kemudian bertaubat kepada Allah dan tidak mengulangi lagi, karena menyadari bahwa kehidupan dunia ini kelak akan berakhir. Mempersiapkan diri menyongsong kematian dengan memohon ampunan dari segala dosa agar selamat dan mendapat kebahagian baik di dunia maupun di akhirat kelak, melaksanakan perintah - perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, sehingga sepuluh perkara yang menjadi penghalang terkabulnya do’a dapat dihindari. Berdo’a dengan khusyuk sambil merendahkan diri di hadapan Allah SWT. serta penuh harapan dan keyakinan bahwa Allah senantiasa mengabulkan permohonan hamba-Nya yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Al-Ghazali telah memberikan gambaran bagaimana cara berdo’a yang benar, sehingga memungkinkan do’a dikabulkan Allah SWT sebagai berikut :
1. Dalam keadaan berwudhu’
2. Menutup aurat ( zhahiran wa bathinan )
3. Menghadap ke arah kiblat sambil menengadahkan tangan ke langit
4. Berdo’a setelah selesai shalat fardhu
5. Berdo’a setelah shalat tahajjud
6. Pada saat sedang berpuasa selagi belum berbuka puasa
7. Didahului dengan melaksanakan amal shaleh
8. Tidak memakai pakaian yang diperoleh dengan cara yang haram
9. Tidak makan makanan yang subhat apalagi haram baik secara hakiki maupun sababiyah
10. Menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berbau ma’siyat dan munkarat.

Senin, 02 Agustus 2010

Kembali Ke Fitrah Dengan Ibadah Haji

Oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

Segala sesuatu menjadi jelek atau buruk adalah karena sebab-sebab tertentu. Demikian pula fitrah manusia, pada mulanya adalah baik, tetapi karena kesalahan dan kelalaian manusia itu sendiri maka ia menjadi buruk.
Ibadah Haji adalah salah satu pembimbing manusia, agar tetap pada fitrahnya atau kalau terlanjur menjadi buruk karena kesalahan manusia yang memiliki fitrah tersebut, hendak dikembalikannya kepada keasliannya yaitu baik.
Ada lima fitrah manusia yang hendak dikembalikan kepada keasliannya, yaitu :

1. Fitrah Beragama
Manusia adalah makhluq yang beragama, karena sewaktu di alam roh manusia sudah pernah mengadakan perjanjian dengan Allah, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-A’raf ayat 172, saat Allah bertanya kepada manusia :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"
Tetapi setelah manusia lahir ke dunia ini, ia lupa kepada perjanjiannya. Karena itulah, Allah SWT. mengutus para Nabi dan Rasul untuk mengingatkan manusia agar menepati perjanjian dengan Tuhannya.
Seluruh kegiatan yang dlakukan jama’ah haji, mulai dari menyisihkan sebagian dari hartanya untuk biaya BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji), sampai pelaksanaan ibadah pokok dan penunjang selama berada di tanah suci merupakan gambaran bahwa ibadah haji membimbing manusia untuk memiliki semangat keberagamaan yang tinggi. Jauhnya jarak dari tempat tinggal ke masjid, beraneka ragam dan beratnya ibadah yang harus dilaksanakan tidak menjadikannya bermalas-malasan. Seluruh rangkaian ibadah haji itu dilaksanakan dengan penuh kesungguhan

2. Fitrah Sosial
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial yang memiliki ketergantungan antara yang satu dengan lainnya dan berasal dari satu keturunan, sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 1
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً
“ Hai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan diciptakannya pula daripada nya pasangannya serta dikembang biakkan dari keduanya keturunan laki-laki dan perempuan yang banyak “.
Agar manusia dapat berinteraksi diantara mereka, maka manusia harus bermasyarakat. Hidup bermasyarakat ini harus didasari oleh kasih sayang dan tolong menolong. Masyarakat yang baik akan terbina kalau anggota masyarakatnya saling tolong menolong dan tidak saling membenci. Kehidupan semacam inilah yang dibentuk oleh ibadah haji. Kebersamaan, persaudaraan dan semangat tolong menolong menjadi ciri khasnya.

3. Fitrah Ber-susila
Setiap tingkah laku manusia mempunyai nilai, berbeda dengan tingkah laku binatang. Karena itu manusia disebut makhluk susila. Rasulullah saw. diutus oleh Allah ke muka bumi ini tujuan utamanya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Sabda Rasulullah SAW. :
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“ Aku tidak diutus ( oleh Allah ) ke muka bumi ini, kecuali hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq ( manusia ). “.
Haji dan Umrah hendak mengembalikan manusia kepada fitrahnya sebagai makhluq ber-susila dengan menjadikan akhlak dan budi pekerti sebagai penentu mabrur tidaknya ibadah haji yang dilaksanakannya.

4. Fitrah sebagai makhluk bermartabat tinggi
Allah sebagai pencipta manusia dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa manusia adalah:
 Makhluk Nya yang terbaik.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sungguh telah Kami ciptakan manusia itu dalam sebaik-baik kejadian (At-Tin:4)
 Makhluk yang termulia
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
“ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Bani Adam dan Kami beri mereka kendaraan di darat dan di laut, dan Kami Beri mereka rizki dari yang baik-baik, dan Kami telah melebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan “.( Al-Isra : 70 )
 Makhluk tersayang
Allah telah menyerahkan dan memudahkan segala yang ada di langit dan di bumi kepada manusia untuk dimanfaatkan. Dan Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya baik secara lahir maupun bathin untuk kesejahteraan hidup manusia.
Allah swt. telah berfirman :
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّموَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
“ Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Allah telah memudahkan bagi kamu apa yang ada di langit dan di bumi, dan Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya atas kamu, baik yang lahir maupun yang bathin “ ( QS. Luqman : 20 )
Ibadah Haji berfungsi untuk mempertahankan fitrah tersebut dengan membimbing manusia agar mampu mengendalikan nafsunya, sehingga dengan fitrah tersebut manusia tetap memiliki nilai intelektual dan harga diri.

5. Fitrah Suci
Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan suci tanpa membawa dosa warisan. Ia baru menjadi kotor kalau melakukan berbagai macam kesalahan. Kesalahan akan membuahkan dosa jika dilaksanakan setelah aqil baligh/mukallaf dengan penuh kesadaran dan sengaja melaksanakannya. Sedang kesalahan yang dilaksanakan tanpa sengaja kemudian ditindak lanjuti dengan bertaubat kepada Allah dan meminta maat kepada sesame, maka kesalahan itu tidak akan membuahkan dosa. Oleh karena itu manusia harus selalu hidup dalam kesucian, dengan bertaubat kepada Allah. Orang yang telah bertaubat kepada Allah ibarat orang yang belum pernah melakukan dosa, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw.:
اَلتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَا لاَ ذَنْبَ لَهُ
“ Orang yang bertaubat ibarat orang yang belum pernah melakukan dosa.”
Ibadah Haji membimbing manusia kepada keadaan yang memungkinkannya kembali kepada kesucian, karena ibadah haji merupakan kunci utama pembuka pintu taubat. Dikatakan kunci utama pembuka pintu taubat karena ibadah haji satu – satunya rukun Islam yang menghapus dosa baik dosa besar maupun kecil, sementara rukun Islam yang lainnya hanyalah menghapus dosa – dosa kecil.
KESIMPULAN :
5 langkah untuk kembali kepara fitrah bagi para jama’ah haji yaitu :
1. Fitrah beragama dengan ISTIQAMAH dalam beribadah
2. Fitrah sosial dengan meningkatkan SILATURRAHIM dan kebersamaan
3. Fitrah ber-susila dengan menyempurnakan AKHLAK
4. Fitrah bermartabat tinggi dengan mengembangkan NILAI-NILAI INTELEKTUAL dan menjaga harga diri selama menjalankan ibadah haji
5. Fitrah suci dengan TAUBATAN NASHUHA ( memperbanyak dzikir, menyempurnakan wudhu’, memelihara shalat, menyempurnakan ibadah jumu’ah , menyempurnakan ibadah puasa serta menunaikan ibadah haji jika telah istitha’ah )

Minggu, 01 Agustus 2010

Nikmat Beriman

Oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud

Sebagai insan beriman kiranya perlu merenungkan kembali kenikmatan yang telah begitu besarnya Allah berikan kepada hamba-Nya, yakni NIKMAT IMAN. Kenikmatan yang berupa keimanan merupakan kenikmatan yang agung, karena ini merupakan jalan menuju terbukanya pertalian hubungan dengan Allah SWT. dan menjaga setiap gerak-gerik dan tindakan seorang hamba agar selalu berada di dalam keridhaan Allah SWT. Dan hanya keimanan inilah yang nantinya akan dapat menyelamatkan serta menolong setiap orang dari siksaan dan pengadilan setelah mati.
Nikmat iman harus senantiasa dijaga dan dipelihara sehingga dapat semakin kokoh dan kuat. Salah satu cara yang bisa ditempuh agar iman senantiasa kuat adalah dengan mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. setiap saat sepanjang hayat. Sebagaimana Allah swt. berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim: 7)
Ayat tersebut adalah pendidikan moral yang punya nilai luar biasa, yang dapat menyadarkan setiap orang bahwa dibanding dengan makhluk lainnya manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan kemuliaan yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Allah swt. berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.S. Al-Israa’: 70)
Kesadaran akan keadaan diri sendiri inilah yang merupakan penggerak batin untuk senantiasa menyampaikan ungkapan terima kasih yang mendalam atas nikmat iman yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT. yang dapat diaplikasikan dengan tiga (3) langkah nyata yakni:
1. Asy-syukru bil ‘ilmi : Pengungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah dengan menanamkan suatu keyakinan yang berawal dari pengamatan dan pengetahuan yang mendalam bahwa semua nikmat atau karunia yang diterima seorang hamba adalah dari Allah sebagai bukti kasih sayang Allah SWT. kepada hamba-Nya
2. Asy-syukru bil hal : Pengungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah atas karunia yang telah diterimanya dengan memanfaatkan karunia Allah tersebut secara tepat guna dan tidak melakukan hal yang sia-sia seperti ISYRAF dan perbuatan yang melampaui batas
3. Asy-syukru bil ‘amal : Pengungkapan rasa syukur dan terima kasih melalui pelaksanaan amal shaleh secara baik dan benar yang meliputi :
a. Amal Qalbiyah : Niat yang ikhlas yang dilandasi keimanan kepada Allah setiap akan melaksanakan ibadah baik ibadah yang khusus maupun ibadah yang umum.
b. Amal Lisaniyah : Amaliyah yang berupa dzikir, tilawatil qur’an, nasihat-nasehat yang baik, ajakan kepada kebaikan, termasuk di dalamnya ucapan tahmid setiap menperoleh nikmat Allah.
c. Amal Jismiyah / Al-amal bil jawarih : Amal perbuatan yang aplikasinya adalah pemanfaatan semua karunia Allah sebagai alat mendakatkan diri kepada Allah dan jembatan menuju kehidupan yang akan mendatangkan rahmat Allah
Iman merupakan komitmen moral yang mengandung konsekuensi ketundukan dan kepatuhan kepada Allah swt. dengan jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala yang menjadi larangan-laranganNya. Maka setiap umat Islam punya kewajiban untuk melaksanakan konsekuensi atas keimanannya tersebut. Apabila keimanan benar-benar telah mengakar pada setiap muslim maka ini akan menjadikan semacam kebutuhan dan kenikmatan bagi yang melaksanakannya. Maka keimanan tersebut harus senantiasa dipupuk terus agar kadar keimanan selalu meningkat dari hari ke hari. Allah swt. berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka apabila disebut nama Allah gemertarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Q.S. Al-Anfal: 2)
Keimanan yang telah benar-benar tertanam dalam diri seseorang akan memancarkan keikhlasan dan kesediaan untuk berkorban demi kecintaan kepada Allah swt. Allah swt. berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka tentulah orang-orang yang benar.” (Q.S. Al-Hujurat: 15)
Apabila keimanan telah tertanam dan terpupuk subur dalam diri seseorang, maka keimanan akan menjadi sesuatu yang indah bagi diri seseorang. Jiwa seseorang akan menjadi tenteram sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْلاَ أُنزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِّن رَّبِّهِ قُلْ إِنَّ اللّهَ يُضِلُّ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ أَنَابَ , الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang kafir berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah menyesalkan siapa yang dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”, (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali tang baik.” (Q.S. Ar-Ra’d: 27-29)
Secara normal, setiap orang sangat merindukan kebahagiaan dan kedamaian sebagaimana yang telah Allah swt. janjikan kepada hamba-hamba-Nya. Untuk itu keimanan dan amal sholeh adalah jalan yang dengannya ia akan mengantarkan seorang hamba ke tingkat yang tinggi kelak di akhirat. Allah swt. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ , خَالِدِينَ فِيهَا وَعْدَ اللَّهِ حَقّاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ .
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh, bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan, mereka kekal di dalamnya; sebagai janji Allah yang benar. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Luqman: 8-9)
Dalam ayat lain Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ طُوبَى لَهُمْ وَحُسْنُ مَآبٍ
“Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” (Q.S. Ar-Ra’d: 29)
Orang mukmin yang kokoh imannya akan selalu memancarkan nilai-nilai keimanan pada setiap gerak dan tindakannya, baik sebagai seorang hamba Allah swt., sebagai suatu pemenuhan masyarakat.
Semoga Allah ta’ala memasukkan kita pada golongan orang yang senantiasa mensyukuri nikmat iman yang telah diberikan-Nya kepada kita. Amin.

NIKMAT BERIMAN